Laporan Organisasi HAM: Begini Cara China Memata-Matai Warga Muslim Uighur di Xinjiang

Rachmat Fahzry, Jurnalis
Kamis 02 Mei 2019 17:03 WIB
Gambar anggota keluarga Uighur yang hilang di China. Foto/ABC News
Share :

Berdasarkan kriteria yang luas dan meragukan ini, sistem IJOP menghasilkan daftar orang-orang yang akan dievaluasi oleh petugas untuk ditahan.

Dokumen resmi menyatakan individu “yang harus diambil, seharusnya diambil,” menunjukkan tujuannya adalah untuk memaksimalkan penahanan bagi orang yang ditemukan “tidak bisa dipercaya.”

Orang-orang itu kemudian diinterogasi tanpa perlindungan dasar.

BacaPBB Klaim 1 Juta Minoritas Etnis Muslim Uighur Ditahan di Kamp-Kamp Politik China

Mereka tidak memiliki hak ke penasihat hukum, dan beberapa menjadi sasaran penyiksaan dan penganiayaan, di mana mereka tidak mendapatkan pemulihan yang efektif.

Dikembangkan CETC

Sistem IJOP yang dikembangkan oleh China Electronics Technology Group Corporation (CETC), sebuah kontraktor yang sebagian besar dimiliki militer negara di China.

Aplikasi IJOP dikembangkan oleh Hebei Far East Communication System Engineering Company (HBFEC), sebuah perusahaan yang, pada saat pengembangan aplikasi, sepenuhnya dimiliki oleh CETC.

Melalui surat Human Rights Watch meminta informasi kepada CETC dan HBFEC terkait aplikasi dan sistem IJOP ini. Namun surat tersebut tidak menerima tanggapan apa pun.

Di bawah Kampanye Gebuk Keras, otoritas Xinjiang juga telah mengumpulkan data biometrik, termasuk sampel DNA, sidik jari, pemindaian iris, dan golongan darah dari semua penduduk di wilayah tersebut yang berusia 12 hingga 65 tahun.

Pihak berwenang mewajibkan penduduk untuk memberikan sampel suara ketika mereka mengajukan paspor.

Semua data itu dimasukkan ke dalam basis data pemerintah yang terpusat dan dapat dicari. Meski sistem Xinjiang sangat mengganggu, desain dasarnya mirip dengan yang dirancang dan diterapkan oleh kepolisian di seluruh China.

Human Rights Watch meminta Pemerintah China segera mematikan platform IJOP dan menghapus semua data yang telah dikumpulkannya dari sejumlah individu di Xinjiang.

“Pemerintah asing yang berkepentingan seharusnya mengenakan sanksi yang ditargetkan, seperti Undang-Undang Magnitsky Global di Amerika Serikat, termasuk larangan visa dan pembekuan aset, terhadap Sekretaris Partai Chen dan pejabat senior lainnya yang terkait dengan pelanggaran dalam Kampanye Gebuk Keras,” isi laporan tersebut.

Human Rights Watch juga menyarankan agar pemerintah asing seharusnya memberlakukan mekanisme kontrol ekspor yang tepat untuk mencegah pemerintah China memperoleh teknologi yang digunakan untuk melanggar hak-hak dasar.

Negara-negara anggota PBB harus mendorong misi pencarian fakta internasional untuk menilai situasi di Xinjiang dan melapor kepada Dewan HAM PBB.

“Di bawah Presiden Xi Jinping, pemerintahan represif Tiongkok telah menjadi mimpi buruk bagi para Muslim Xinjiang,” kata Wang.

“Pemerintah asing seharusnya mengakui perlunya kontrol ekspor, sanksi yang ditargetkan, dan perlindungan privasi yang lebih kuat untuk mencegah praktik mengerikan Beijing ini mendunia.”

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya