Menurut The New York Times, sekitar 497.000 dari siswa sekolah dasar dan menengah terdaftar di sekolah asrama milik pemerintah pada tahun lalu. China juga dilaporkan berencana membuka setidaknya satu sekolah di setiap kota di Xinjiang pada akhir 2020.
Baca juga: Mencari Kebenaran di Kamp 'Reedukasi' Muslim Uighur di China
Baca juga: Media AS Sebut China Bujuk Dua Ormas Islam Indonesia agar Bungkam soal Muslim Uighur
Laporan itu menyatakan siswa hanya bisa bertemu keluarga mereka setiap dua minggu dan tidak diizinkan menggunakan bahasa Uighur di sekolah. Pakar internasional, termasuk sarjana China Jerman Adrian Zenz, percaya sekolah sengan didirikan untuk mengindoktrinasi anak-anak Uighur berpandangan pro-CCP.
Pihak barat, terutama Amerika Serikat dan kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) menilai fasilitas, yang disebut China sebagai kamp pendidikan dan pelatihan, merupakan kamp penahanan untuk minoritas Uighur.