"Saat masih remaja, menolak budaya makan China dan perlahan mulai membentuk diri saya sebagai pribadi yang baik dengan makan secara sehat dan berolahraga," jelasnya.
"Bahkan sebelum saya didiagnosis mengidap gangguan makan, yang saya yakini adalah ortoreksia, hanya mau makan yang bersih saja."
Ortoreksia belum digunakan sebagai diagnosis psikiatris, namun digunakan untuk menggambarkan gangguan makan yang mana orang membatasi diet mereka pada makanan yang hanya dipandang sehat.
Pola makan seperti ini bisa membuat seseorang merasa sangat cemas atau bersalah bila mengonsumsi makanan yang dirasa tidak sehat, seperti yang dialami Stephanie.
Bila ada kerabatnya yang menyinggung soal kebiasaan makannya yang baru, Stephanie mengaku merasa "superior" sambil meyakini bahwa itu merupakan cara mengungkapkan jati dirinya.
"Hampir mirip aksi memberontak, muncul perasaan 'Saya tidak bisa lagi dikontrol,'" katanya.
Namun apa yang telah dilakukan Stephanie itu langung berdampak pada kondisi tubuhnya dan siklus menstruasinya berhenti sama sekali.
"Saya berupaya kurangi berat badan secara membabi buta dan ini yang membuat saya kelewat batas...tiap kali timbang berat badan, saya berpikir, 'Ini tidak memberi saya kepuasan yang saya butuhkan,'" jelasnya.