Ada beberapa perempuan muda, yang meskipun ada kesenjangan digital, konflik yang berkelanjutan, ketidaksetaraan gender dan Covid-19, masih mampu menjadi inspirasi.
Tahun lalu Shamsia mendapat nilai paling tinggi dari 170.000 pelamar dalam ujian masuk universitas Afghanistan.
Sebagai putri seorang penambang batu bara, ia dibesarkan di salah satu daerah yang paling miskin dan rentan di Kabul.
Pada 2018, sekolahnya diserang oleh kelompok yang menyebut diri sebagai Negara Islam, atau yang dikenal sebagai ISIS. Lebih dari 46 rekan mahasiswanya tewas.
Kemudian pada 2020, setelah pindah ke lingkungan baru, sekolah barunya juga diserang oleh ISIS.
"Belajar di Afghanistan sulit dan saya memiliki banyak ketakutan. Tetapi pusat pendidikan kami telah mengambil beberapa langkah keamanan yang membantu saya merasa lebih aman,” jelasnya.
"Dan ketika Anda begitu sibuk belajar, tidak ada banyak waktu untuk memikirkan keamanan," terangnya.
Setelah mendapatkan beasiswa untuk belajar di Turki, Shamsia kini sedang menjalani pelatihan untuk menjadi seorang dokter.