Bulan lalu, Babita Deokaran, seorang pejabat keuangan senior di departemen kesehatan di Provinsi Gauteng, tewas di luar rumahnya setelah ditembak beberapa kali.
Enam orang telah didakwa atas pembunuhannya.
Ada kecurigaan bahwa dia menjadi sasaran karena dia menjadi saksi dalam penyelidikan yang sedang berlangsung terkait kontrak kasus penipuan senilai USD23 juta (Rp327 miliar) yang dihadiahkan oleh departemennya untuk membeli peralatan pelindung diri guna membantu menghentikan penyebaran virus corona.
Keluarganya mengatakan kepada BBC bahwa mereka sekarang takut terhadap keselamatan mereka dan tidak tahu siapa yang harus dipercaya.
Kematian Deokaran telah menimbulkan pertanyaan tentang buruknya perlindungan bagi mereka yang mengekspos adanya praktek penyimpangan.
Dan persoalan seperti ini jumlahnya tak sedikit. Menurut sebuah studi oleh Universitas Stellenbosch, lebih dari USD106 miliar (Rp1.510 triliun) raib karena korupsi antara 2014 dan 2019.
Selama 18 bulan terakhir dana yang ditujukan untuk memerangi Covid-19 telah dijarah, praktek pencurian yang diungkap oleh Deokaran.
Walaupun mengakui bahwa motif pembunuhannya masih belum diketahui, Presiden Cyril Ramaphosa menggambarkan sosoknya sebagai "pahlawan dan patriot".
“Kasus pembunuhan sang pejabat merupakan pengingat nyata adanya taruhan besar bagi yang terlibat dalam upaya menghilangkan kanker ini dari masyarakat kami,” jelasnya.
"Para pelapor dan saksi tidak dalam kondisi aman di negara kita... Saya menyesal bahwa dalam banyak kasus kita tidak selalu memperlakukan mereka dengan baik," keluhnya.
Mothepu, yang memahami hal itu berdasarkan pengalaman pribadinya, berujar bahwa presiden mengatakan yang sebenarnya.
"Saya barangkali telah menjadi pahlawan bagi sebagian orang, tetapi [bos] tidak akan menyentuh saya,” ujarnya.
"Kesehatan saya berubah menjadi buruk, saya dirawat di rumah sakit setelah mengalami gangguan mental. Saya tidak siap untuk tagihan medis yang datang setelahnya," ungkapnya.