Robin, mahasiswa tahun ketiga di universitas kedokteran, berlindung di stasiun metro bawah tanah yang sama dengan Naveen, mahasiswa India yang tewas. Ia mengatakan mereka pergi sekitar waktu yang sama.
Saat Naveen keluar untuk membeli makanan, Robin dan teman-temannya berusaha mencari jalan ke stasiun kereta api.
Cuaca malam itu begitu dingin, kata Robin. Orang-orang tampak seperti siluet di bawah sorotan lampu depan saat mobil-mobil dengan panik melaju melewatinya, hanya untuk terjebak di depan gundukan puing-puing dari bangunan yang dihantam peluru artileri.
Ia bercerita tentang antrean mengular di toko kelontong dan bangunan-bangunan yang runtuh, beberapa tinggal tumpukan batu, dengan puing-puing dan kendaraan yang terbakar berserakan di sepanjang jalan.
"Saya masih mencari taksi ketika kami mendengar gemuruh ledakan dari jauh. Beberapa menit kemudian kami mengetahui bahwa Naveen telah meninggal," kata Robin.
Ia berkata mereka melompat ke dalam taksi dan melarikan diri. Di atas kereta, katanya, orang-orang berdesakan di dalam kompartemen sehingga tidak tempat untuk duduk, dan bahkan untuk berdiri.
"Tidak ada tempat untuk berdiri dan kami sudah kehabisan makanan dan air," kata Robin kepada BBC melalui pesan singkat saat ia berada di kereta.
Di kampung halamannya di India, orang tuanya sangat mengkhawatirkannya, katanya. Mereka saling berkontak lewat WhatsApp, bertukar pesan secara sporadis sehingga Robin dapat menghemat baterai ponselnya.
"Kami menghadapi peluang yang tampaknya mustahil tetapi saya masih berharap kami semua akan dievakuasi sesegera mungkin," sambungnya.
(Awaludin)