JAKARTA - Perang yang berlangsung di Ukraina turut mengancam kerja sama selama puluhan tahun antara Rusia dan Barat dalam urusan proyek eksplorasi luar angkasa.
Penyelidikan antarplanet dan peluncuran satelit, masing-masing telah terdampak, bahkan sampai mengancam masa depan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
BACA JUGA:Tragedi Kanjuruhan, Polisi Gali Masalah Hak Siar ke Pihak Televisi
Stasiun ini dibangun secara gotong royong antara AS dan Rusia, artinya mereka saling membutuhkan agar stasiun ini terus berkembang, dan sejak 2000 stasiun ini dikelola dengan sebagian besar kontribusi dari AS dan Rusia.
Namun, stasiun antariksa ini turut menjadi bahan perang di media sosial, bahkan sampai melibatkan Kepala Badan Antariksa Rusia (Roscosmos), Dmitry Rogozin.
Dalam sebuah rangkaian unggahan sejak 25 Februari Rogozin membuat klaim, yang paling dramatis adalah pendapat mengenai deretan sanksi terhadap Rusia bisa menyebabkan ISS jatuh ke Bumi.
Konflik ISS
Rusia mengendalikan aspek-aspek penting dari sistem penggerak stasiun itu, termasuk yang menjaga struktur agar tidak tertarik ke dalam atmosfer planet kita.
BACA JUGA:Ada Demo Buruh di Jakpus, Hindari Jalan Ini Kalau Tak Mau Kena Macet
Rogozin (yang pernah jadi wakil perdana menteri Rusia) menyindir bahwa kosmonot Rusia bisa meninggalkan ISS, sekaligus meninggalkan astronaut AS, Mark Vande Hei, yang menghabiskan waktu hampir satu tahun penuh di sana. Hampir semua penerbangan dari dan menuju stasiun ISS dioperasikan oleh roket Rusia.
Namun pernyataan Rogozin itu bukanlah sikap resmi lembaganya, Roscosmos.
"Roscosmos tidak pernah memberi pernyataan yang dapat meragukan keandalannya sebagai pihak mitra," kata badan itu dalam sebuah pernyataan pada 15 Maret, dikutip dari BBC, Rabu (12/10/2022).
Empat hari kemudian, tiga kosmonot Rusia tiba di stasiun itu. Sedangkan Vande Hei akan menumpang dengan dua rekan Rusianya untuk kembali ke Bumi pada 30 Maret.
Kesepakatan kerja sama ISS saat ini menjamin operasi sampai 2024. Tapi AS mendorong kesepakatan operasi ini diperpanjang sampai 2030. Rusia - lebih tepatnya Rogozin, mengatakan pada akhir Desember lalu, bahwa lembaganya tidak tertarik lagi melanjutkan kerja sama dengan AS setelah 2024.
Putus kerja sama
Sejumlah kesepakatan antara Moskow dengan sejumlah mitranya, seperti Badan Antariksa Eropa (ESA) telah dibekukan atau ditangguhkan sejak perang dimulai, terutama peluncuran robot penjelajah Mars Eropa, di mana misi ini recananya akan dibantu oleh roket buatan Rusia.
Proyek itu sekarang telah ditangguhkan oleh ESA.
"Sebagai sebuah organisasi antar pemerintah yang diberikan mandat untuk mengembangkan dan menerapkan program luar angkasa, dengan segala hormat kepada nilai-nilai Eropa, kami sangat menyesal dengan jatuhnya korban jiwa dan konsekuensi tragis dari agresi terhadap Ukraina," kata ESA dalam sebuah pernyataan pada 17 Maret.
"Sambil mengakui adanya dampak pada eksplorasi ilmiah ruang angkasa, ESA sepenuhnya selaras dengan sanksi yang dikenakan pada Rusia oleh negara-negara anggota."
Rusia membalasnya dengan menarik kesepakatan dengan ESA untuk operasi peluncuran bersama dari Pusat Antariksa Guiana. Kerja sama ini telah menghasilkan 26 satelit Eropa yang berhasil diantar ke orbit oleh roket Soyuz Rusia sejak 2011 - satu dari peluncuran ini turut membawa Teleskop Luar Angkasa James Webb yang revolusioner akhir Desember lalu.
Akhirnya, Roscosmos mengumumkan pada 26 Februari lalu untuk mengakhiri kerjsama dengan NASA dalam misi Venera D, termasuk yang melibatkan peluncuran perangkat pengorbit dan pendarat di Venus pada 2029.
Moskow juga mengatakan akan menghentikan pasokan mesin roket ke perusahaan-perusahaan AS.
"Biarkan mereka terbang menggunakan sapu," Rogozin kepada saluran tv berita pemerintah Rusia, Rossiya 24, awal bulan ini. Sapu ini merujuk pada dongeng penyihir yang menggunakan alat bersih-bersih itu untuk terbang.
Dalam pernyataan kepada publik baru-baru ini mengenai krisis Ukraina, Badan Antariksa AS (NASA) menyepelekan sikap Rogozin itu.
"Orang-orang lain yang bekerja di program antariksa sipil Rusia, mereka profesional. Mereka tidak ragu dengan kami, astronaut Amerika, dan misi kendali Amerika," Kepala NASA, Bill Nelson kepada Associated Press pada 18 Maret.
Memang, Amerika dan Rusia telah bekerja sama untuk urusan luar angkasa selama puluhan tahun, bahkan ketika terjadi Perang Dingin.
Setelah perlombaan misi antariksa dari 1950an hingga 1960an, yang secara simbolis dimenangkan oleh Washington dengan pendaratan di Bulan pada 1969, perwakilan kedua negara itu akhirnya saling bersalaman di luar angkasa pada 1975, sebagai bagian dari misi Apollo-Soyuz.
(Nanda Aria)