“AS juga belum pernah menyerukan pengakhiran pendudukan Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza, seperti yang sudah dilakukan presiden-presiden sebelumnya,” ungkapnya kepada VOA.
Meskipun dokumen NSS yang awalnya dijadwalkan untuk terbit pada 2022 namun tertunda akibat invasi Rusia ke Ukraina, fokus pemerintah AS terhadap China belum tergeser. NSS menggarisbawahi bahwa Beijing merupakan “tantangan geopolitik paling penting” bagi AS.
NSS mencatat bahwa Rusia merupakan “sumber gangguan dan ketidakstabilan secara global” serta menimbulkan “ancaman langsung dan berkelanjutan terhadap tatanan keamanan regional di Eropa.” Dokumen itu juga menyebut negara-negara otokrasi lebih kecil lainnya yang “agresif dan mendestabilisasi,” contohnya Iran dan Korea Utara. Akan tetapi, pemerintah AS masih menganggap bahwa tidak ada negara lain selain China yang memiliki “kemampuan di seluruh spektrum.”
Pemerintah AS mengatakan Beijing menggunakan “kapasitas teknologi dan meningkatkan pengaruhnya terhadap institusi internasional untuk menciptakan kondisi-kondisi yang lebih permisif bagi model otoriternya sendiri, dan untuk membentuk penggunaan teknologi global dan norma-normanya demi mengutamakan kepentingan dan nilai-nilainya.”
Selain itu, pemerintah AS juga menegaskan Beijing menggunakan kekuatan ekonominya untuk menekan berbagai negara dan dengan cepat memodernisasi militernya sambil berusaha mengikis aliansi AS di Indo-Pasifik dan seluruh dunia.
Pada saat bersamaan, pemerintah AS juga mengakui bahwa China “juga penting bagi perekonomian dunia dan memiliki dampak signifikan terhadap tantangan bersama, khususnya perubahan iklim dan kesehatan masyarakat global” dan merupakan suatu yang hal mungkin untuk “hidup berdampiangan secara damai dan berbagi serta berkontribusi pada kemajuan kemanusiaan bersama.”
(Susi Susanti)