Setelah menerima tawaran tersebut, Jusuf langsung pergi ke Jalan Raya Mangkutana untuk bertarung melawan Sukri yang sudah menunggu. Sukri menggunakan senjata rakitan Pa’Poro, yang memiliki jarak tembak maksimum 45 meter.
Sebelum pertarungan dimulai, Sukri dan Jusuf membuat perjanjian. Perjanjiannya adalah jika Sukri kalah, Jusuf berhak menembak ke arah Sukri.
Pertarungan ini dimulai dengan Sukri yang menembakkan peluru ke arah Jusuf. Begitu ditembakkan, peluru tersebut hanya berguguran di depan Jusuf.
Semakin banyak peluru ditembakkan, semakin banyak pula peluru berjatuhan di hadapan Jusuf.
Sukri ketakutan akan hal ini. Sementra Jusuf membalas tembakan Sukri dengan mengarahkannya ke lengan Sukri. Bidikan Jusuf membuat Sukri tidak berdaya. Pertarungan pun berakhir. Sukri langsung dibawa ke rumah sakit oleh anak buah Jusuf.
Setelah pertarungan tersebut, komplotan Sukri menyerah sebagai beking preman di kawasan perkebunan kakao karena telah kalah dalam pertarungan tersebut.
Semenjak kejadian tersebut, cerita tentang Jusuf yang kebal senjata menyebar. Banyak orang minta diajarkan.
Namun, Jusuf mengaku tidak memiliki ilmu kebal apa pun. Menurut Jusuf, dia hanya menggunakan ilmu taksir senapan.
Jika jarak seseorang dengan senapan berkisar 60 meter, pandangan sang penembak akan kurang jelas. Karena itu, Jusuf menyuruh Sukri berdiri sejauh 60 meter darinya, sehingga dirinya tetap aman.
Terlebih lagi, saat itu Sukri hanya menggunakan senapan yang berjarak tembak 45 meter.
(Erha Aprili Ramadhoni)