Haq mengatakan dia mendapat kabar bahwa truk yang membawa bantuan sedang dalam perjalanan dari Mesir, namun terhambat oleh antrian untuk memasuki Gaza.
“Kami berharap gencatan senjata segera diumumkan,” katanya. “Musim dingin akan segera tiba dan jika perang ini terus berlanjut, para pengungsi di Jalur Gaza akan berada dalam posisi yang sangat berbahaya karena mereka tidak memiliki cukup kasur, selimut, dan jaket,” tambahnya.
Seperti diketahui, menurut Kementerian Luar Negeri Indonesia, terdapat 45 warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini tinggal di Palestina. Yakni 10 di Gaza dan 35 di Tepi Barat yang diduduki.
Ada juga sekitar 230 warga Indonesia yang tinggal di Israel, sebagian besar dari mereka datang ke sana untuk wisata religi.
Rumah Sakit Indonesia terletak di Beit Lahia, sebuah kota berpenduduk sekitar 90.000 orang di Gaza utara, dan berdiri di atas tanah seluas 16.000 meter persegi (19.136 yard persegi) yang disumbangkan oleh pemerintah Gaza pada 2011.
Pembangunan rumah sakit ini menelan biaya hampir USD8 juta dan didanai oleh sumbangan warga negara Indonesia bersama dengan organisasi-organisasi termasuk Palang Merah Indonesia dan Perkumpulan Muhammadiyah, salah satu organisasi Muslim terbesar di Indonesia.
MER-C – yang menggambarkan misinya untuk membantu “masyarakat yang paling rentan” tanpa memandang latar belakang, agama, kebangsaan, etnis, kelas, atau status kriminal – didirikan oleh sekelompok mahasiswa Universitas Indonesia yang melakukan prosedur medis di Maluku pada tahun Indonesia bagian timur pada tahun 1999, saat terjadi konflik sektarian antara komunitas Kristen dan Muslim.