GAZA - Pengiriman bantuan pangan ke seluruh Gaza masih jauh dari kebutuhan, dan masalahnya lebih buruk di wilayah utara karena satu-satunya penyeberangan yang diizinkan Israel untuk dilewati truk adalah di wilayah selatan. Beberapa truk bantuan telah disita oleh massa yang putus asa sebelum mencapai wilayah utara.
“Rasa tidak berdaya dan putus asa di kalangan orang tua dan dokter ketika menyadari bahwa bantuan untuk menyelamatkan nyawa, yang jaraknya hanya beberapa kilometer jauhnya, tidak dapat dijangkau, pastilah tidak tertahankan,” kata Adele Khodr, direktur regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dikutip Reuters.
Dalam laporan situasi terbarunya, tertanggal 1 Maret lalu, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pengungsi Palestina, UNRWA, mengatakan rata-rata sekitar 97 truk setiap hari memasuki Gaza pada Februari. Angka ini turun dari sekitar 150 pada Januari lalu dan jauh di bawah angka target 500 truk per hari.
Badan-badan PBB dan kelompok-kelompok kemanusiaan menyalahkan tindakan Israel, termasuk penutupan penyeberangan darat ke Gaza utara, operasi militer yang sedang berlangsung dan sistem rumit pemeriksaan barang-barang yang menuju Gaza.
Israel mengatakan pihaknya tidak membatasi bantuan kemanusiaan atau medis dan menyalahkan kurangnya pengiriman bantuan pada kapasitas lembaga bantuan.
Secara lebih luas, Israel menyalahkan kelompok Islam Palestina Hamas karena memulai perang dengan melancarkan serangan terhadap Israel selatan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera 253 orang. Mereka juga menuduh Hamas menggunakan penduduk sipil di Gaza sebagai tameng manusia.
Serangan udara dan darat Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 30.000 warga Palestina di sana.
Di pusat kesehatan Al-Awda di Rafah, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun bernama Yazan Al-Kafarna meninggal pada Senin (4/3/2024). Melalui rekaman Reuters pada Sabru (2/3/2024) terlihat anak laki-laki itu pucat dan kurus, dengan anggota badan yang hanya tinggal tulang.
Dr Jabir Al-Shaar, kepala departemen pediatrik di rumah sakit Abu Yousef Al-Najar di Rafah, tempat anak tersebut dirawat hingga ia dipindahkan ke Al-Awda, mengatakan Yazan menderita kelumpuhan otak (cerebral palsy) dan bergantung pada diet khusus seperti campuran buah dan susu, barang yang sekarang tidak tersedia di Gaza.
Dokter mengaitkan kematian anak laki-laki itu dengan kekurangan gizi. Kasus ini sudah menjadi perhatian pada Senin (4/3/2024), seperti yang dikutip pada pertemuan Majelis Umum PBB oleh utusan Palestina Riyad Mansour.
Ibunya, Um Yazan Al-Kafarna, menghabiskan hari-hari terakhir hidupnya di sisinya.
“Dia biasa makan, minum, bergerak, bermain, tertawa. Saya biasa bermain dengannya,” katanya.
(Susi Susanti)