“Setiap intervensi dalam OMC harus berbasis pada data yang presisi. Jika tidak, upaya ini bisa sia-sia atau justru memperburuk kondisi cuaca di wilayah lain. Itulah mengapa BMKG menurunkan tim khusus yang bekerja selama 24 jam untuk memastikan setiap langkah dalam operasi ini didasarkan pada analisis ilmiah yang mendalam,” tegas Dwikorita.
Sementara itu, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, mengungkapkan bahwa OMC telah dilakukan sejak 5 Maret dan direncanakan berlangsung hingga 8 Maret 2025 atau menyesuaikan dengan update prediksi cuaca terbaru. Operasi ini berfokus pada pengurangan curah hujan di daerah tangkapan air Sungai Ciliwung dan Cisadane, mulai dari Bogor sebagai hulu hingga Jakarta dan Bekasi sebagai hilir.
“Awan-awan yang berpotensi membawa hujan deras dihujankan lebih awal di atas laut sebelum mencapai daratan. Sementara itu, awan yang berkembang di daratan disemai agar pertumbuhannya terganggu sehingga curah hujannya berkurang,” jelas Tri Handoko Seto.
Menurut Seto, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa OMC mampu mengurangi curah hujan sebesar 30-60% pada awan hujan yang cukup masif. Dengan demikian, diharapkan risiko banjir di wilayah terdampak dapat ditekan.
OMC kali ini dikendalikan dari Pos Komando di Lanud Halim Perdanakusuma dan dilakukan oleh BMKG dan BNPB bekerja sama dengan TNI Angkatan Udara. Selain itu, hari ini, Kamis 6 Maret juga akan digelar rapat persiapan untuk pelaksanaan OMC tambahan yang didanai oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.