JAKARTA — Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan para pejabat tingginya pada Rabu (5/11/2025) untuk menyusun proposal uji coba senjata nuklir, sesuatu yang belum dilakukan Moskow sejak runtuhnya Uni Soviet pada 1991.
Perintah tersebut merupakan respons terhadap pengumuman Presiden Donald Trump pekan lalu bahwa Amerika Serikat (AS) akan melanjutkan uji coba nuklir mereka. Langkah Trump ini segera meningkatkan ketegangan dengan dua negara nuklir besar dunia lainnya, Rusia dan China.
"Saya menginstruksikan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan... dinas khusus, dan lembaga sipil terkait untuk melakukan segala upaya guna mengumpulkan informasi tambahan mengenai masalah ini, menganalisisnya di Dewan Keamanan, dan menyusun proposal yang disepakati mengenai kemungkinan dimulainya persiapan uji coba senjata nuklir," ujar Putin dalam pidato yang disiarkan televisi, sebagaimana dilansir Reuters.
Hubungan Rusia-AS telah memburuk tajam dalam beberapa minggu terakhir karena Trump, yang frustrasi dengan kurangnya kemajuan dalam mengakhiri perang di Ukraina, telah membatalkan rencana pertemuan puncak dengan Putin dan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia untuk pertama kalinya sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari.
Putin mengeluarkan instruksinya pada pertemuan Dewan Keamanan, di mana juru bicara parlemen Vyacheslav Volodin menyimpang dari agenda resmi keselamatan transportasi untuk menanyakan bagaimana Moskow akan menanggapi rencana Trump untuk melakukan uji coba nuklir AS untuk pertama kalinya dalam 33 tahun.
Pertanyaan itu, meskipun dimaksudkan untuk terkesan spontan, memicu serangkaian intervensi yang jelas-jelas telah dipersiapkan.
Menteri Pertahanan Andrei Belousov mengatakan kepada Putin bahwa pernyataan dan tindakan AS baru-baru ini menunjukkan bahwa "disarankan untuk segera mempersiapkan uji coba nuklir skala penuh".
Belousov mengatakan bahwa situs uji coba Novaya Zemlya di Arktik Rusia dapat menjadi lokasi uji coba nuklir semacam itu, dan dapat siap dalam waktu singkat.
Kepala Staf Umum Militer Rusia Jenderal Valery Gerasimov juga meminta Putin segera merespons rencana uji coba AS, agar tidak kehilangan waktu persiapan.
"Jika kita tidak mengambil langkah-langkah yang tepat sekarang, waktu dan kesempatan untuk merespons tindakan Amerika Serikat secara tepat waktu akan hilang, karena waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan uji coba nuklir, tergantung jenisnya, berkisar antara beberapa bulan hingga beberapa tahun," ujar Gerasimov.
Tidak ada negara selain Korea Utara yang telah melakukan uji coba senjata nuklir eksplosif di abad ke-21. Pyongyang menggelar uji coba nuklir terakhirnya pada 2017.
Rusia dan AS sejauh ini merupakan kekuatan nuklir terbesar berdasarkan jumlah hulu ledak, diikuti oleh China, Prancis, Inggris, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara, menurut Federasi Ilmuwan Amerika.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Putin tidak menetapkan batas waktu khusus bagi para pejabat untuk menyusun proposal yang diminta.
"Untuk mencapai kesimpulan tentang kelayakan memulai persiapan uji coba semacam itu, dibutuhkan waktu yang sama persis dengan waktu yang dibutuhkan bagi kita untuk sepenuhnya memahami niat Amerika Serikat," kata Peskov, sebagaimana dikutip TASS.
Trump belum mengklarifikasi apakah dimulainya kembali latihan perang yang ia perintahkan pekan lalu merujuk pada uji coba peledak nuklir atau uji terbang rudal berkemampuan nuklir.
Rusia bulan lalu menguji coba rudal jelajah Burevestnik barunya, yang bertenaga nuklir dan dirancang untuk membawa hulu ledak nuklir. Rusia juga mengadakan latihan peluncuran nuklir dan menguji coba supertorpedo Poseidon bertenaga nuklir.
Pengujian sistem pengiriman senjata nuklir tidak melibatkan ledakan nuklir. Ledakan semacam itu secara rutin dilakukan oleh negara-negara nuklir selama beberapa dekade selama Perang Dingin, dengan konsekuensi lingkungan yang dahsyat yang dikhawatirkan para aktivis dapat terjadi lagi jika uji coba peledak dilanjutkan.
(Rahman Asmardika)