Abdullah juga menyoroti dugaan penggantian pelat nomor kendaraan pelaku sesaat setelah kecelakaan, yang menimbulkan persepsi publik bahwa ada upaya mengaburkan fakta hukum.
Menurutnya, hal itu menambah ketidakadilan dan dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
“Tindakan sekecil apa pun dalam proses hukum harus dianggap serius. Kalau dugaan manipulasi fakta tidak dituntaskan, publik akan menganggap hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” jelas Abdullah.
Lebih lanjut, Abdullah mendorong agar kasus ini menjadi momentum untuk merevisi kebijakan pemidanaan dalam Undang-Undang Lalu Lintas.
Menurut anggota Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum tersebut, kelalaian yang mengakibatkan kematian seharusnya dikategorikan lebih berat, dengan batas minimum hukuman yang memberikan efek jera dan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan.
Selain itu, Abdullah juga menekankan pentingnya mekanisme kompensasi korban agar menjadi kewajiban negara, bukan sekadar bentuk belas kasihan moral.
“Pemulihan korban tidak cukup berhenti pada pelaku, tapi harus menjadi tanggung jawab negara untuk menjamin keadilan yang utuh,” ungkap Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI ini.
Abdullah menegaskan, penegakan hukum harus menghadirkan rasa keadilan yang nyata di tengah masyarakat.
“Keadilan tidak boleh berhenti di ruang sidang. Ia harus dirasakan oleh keluarga korban dan diyakini oleh publik. Jika vonis ringan terus berulang, maka hukum kehilangan makna moralnya,” pungkasnya.
(Awaludin)