Pasukan AS di kawasan tersebut sejauh ini berfokus pada operasi antinarkotika, meskipun kekuatan senjata yang dikumpulkan jauh melebihi apa pun yang dibutuhkan. Pasukan AS telah melakukan setidaknya 21 serangan terhadap kapal-kapal yang diduga sebagai kapal narkoba di Karibia dan Pasifik sejak September, menewaskan setidaknya 83 orang.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mengecam serangan tersebut sebagai pembunuhan ilegal di luar hukum terhadap warga sipil, dan beberapa sekutu AS telah menyatakan kekhawatiran yang semakin besar bahwa Washington mungkin melanggar hukum internasional.
Pada Agustus, Washington menggandakan imbalannya untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Maduro menjadi USD50 juta.
Militer AS jauh lebih besar daripada Venezuela, yang dilemahkan oleh kurangnya pelatihan, upah rendah, dan peralatan yang memburuk. Beberapa komandan unit terpaksa bernegosiasi dengan produsen makanan lokal untuk memberi makan pasukan mereka karena pasokan pemerintah kurang, lapor Reuters.
Realitas tersebut telah mendorong pemerintah Maduro untuk mempertimbangkan strategi alternatif jika terjadi invasi AS, termasuk kemungkinan respons gerilya, yang disebut pemerintah sebagai “perlawanan berkepanjangan” dan disebutkan dalam siaran televisi pemerintah.
Pendekatan ini akan melibatkan unit-unit militer kecil di lebih dari 280 lokasi yang melakukan tindakan sabotase dan taktik gerilya lainnya.
(Rahman Asmardika)