JAKARTA - Pecahnya partai koalisi pendukung pemerintah memunculkan isu reshuffle. Beberapa menteri dari partai yang ngotot membentuk hak angket pajak dikabarkan terancam lengser dari kursinya.
Pendekatan partai pendukung pemerintah dengan partai koalisi pun sudah dilakukan, beberapa waktu lalu SBY mengutus orang kepercayaannya menyambangi kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP).
Bergulirnya isu reshuffle cukup disayangkan Partai Golkar. Menurut Politisi Golkar, Bambang Soesatyo, reshuffle kabinet tidak menjamin kinerja pemerintahan kedepan akan lebih kuat, terlebih lagi keputusan tersebut diambil karena pemerintah marah dengan ketidaksepahamannya partai koalisi mengusung hak angket pajak.
"Publik melihat nafsu merombak formasi kabinet sebagai tontonan tentang bagaimana presiden dan partai tertentu melampiaskan kemarahan pascagugurnya usul hak angket pajak di DPR. Marah karena 1-2 anggota koalisi konsisten bersikap kritis," terang Bambang di Jakarta, Minggu (6/4/2011).
Untuk meraih kembali kepercayaan dan keyakinan rakyat, tambahnya, Presiden justru harus memperbaiki dan meningkatkan efektivitas kepemimpinannya di kabinet maupun koalisi. "Hanya itu opsi yang tersedia bagi presiden, setelah PDIP konsisten menolak bergabung dalam koalisi pemerintahan sekarang ini," terangnya.
Dia juga menilai, tidak ada makna strategis dari reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II, khususnya bagi rakyat dan negara. Kinerja menteri seharusnya menjadi acuan dalam perombakan kabinet bukan kemarahan akibat ada partai koalisi yang kritis terhadap pemerintah.
"Idealnya, acuan reshuffle adalah pandangan obyektif tentang kinerja kabinet, bukan semata-mata karena alasan marah terhadap anggota koalisi," paparnya.
(Stefanus Yugo Hindarto)