Penguasa Kesultanan Pontianak bernama lahir Syarif Abdul Hamid Alkadrie justru tercoreng namanya akibat kasus tersebut, setelah sebelumnya mencetuskan lambang negara “Garuda Pancasila”.
Tragedi APRA merenggut tak sedikit nyawa para anggota dan perwira TNI di Bandung, pada 23 Januari 1950. Sementara sehari setelahnya, RST di bawah komando Sersan Meijer, berencana menggeruduk Sidang Dewan Menteri Republik Indonesia Serikat di Jakarta.
Selain mengusik Sidang Dewan Menteri RIS, Meijer cs berencana membunuh sejumlah tokoh, macam Menteri Pertahanan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sekretaris Jenderal Kemenhan Ali Budiardjo, serta Kastaf TNI Kolonel Tahi Bonar Simatupang.
Gerakan APRA di Jakarta gagal, lantaran sejumlah kolaborator mereka seperti DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan pasukan liar eks-KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang diharapkan tidak muncul.
Kudeta pun gagal dan Westerling sempat menyusul ke Jakarta untuk kemudian bertemu Sultan Hamid II dan sekretarisnya, Dr. J. Kiers di Hotel Des Indes. Dari berbagai sumber, di sinilah Sultan Hamid II mengamuk dan mengecam tindakan Westerling.