APA yang dikhawatirkan pemerintah Republik Indonesia soal sekutu dan Belanda “main mata”, akhirnya terjadi juga pada medio 1946. Setelah merasa cukup memegang wewenang keamanan di Indonesia, sekutu pun seolah menghadiahkan Indonesia pada Belanda yang sempat jadi koloninya sebelum pecah Perang Dunia II.
Jelas hal itu diprotes keras pemerintah RI. Sebagaimana dikutip dari ‘Kronik Revolusi Indonesia I’, pemerintah RI pada 13 Juli 1946 melayangkan nota protes pada panglima tertinggi sekutu di Indonesia, Letjen Eric Carden Robert Mansergh.
Nama Mansergh tentu takkan lekang ingatan, terutama di benak para kombatan Surabaya, di mana perwira Inggris yang juga Panglima Korps XV (India) itu memerintahkan bombardemen terhadap Kota Surabaya pada Palagan 10 November 1945.
Pemerintah RI tak berkenan akan kebijakan sekutu, yang menyerahkan tanggung jawab keamanan atas “tanah seberang” kepada Belanda. Sebuah protes yang nyatanya tak berbuah hasil.
Belanda pun kian trengginas menerjunkan berbagai kekuatan militernya, termasuk satuan Brigade Marinir yang sempat dilatih di Amerika Serikat, ke Jawa Timur dan Pulau Madura.
Sekutu menyerahkan kewenangan itu, seiring lancarnya operasi pembersihan kombatan bersenjata Indonesia oleh tentara sekutu pimpinan Letjen Leslie Morsehead dari militer Australia, juga pada 13 Juli 1946.
Wilayah timur yang sebelumnya dipegang Australia, diserahkan pada NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie). Hal itu disusul gebrakan Gubernur Jenderal Hubertus Johannes van Mook, untuk memecah belah RI, di antaranya dengan membentuk negara-negara bagian yang tentunya, masuk wilayah administrasi Belanda.
Van Mook ‘kebut’ agenda untuk menggelar Konferensi Malino (16 Juli 1946), Konferensi Pangkalpinang (1 Oktober 1946), serta Konferensi Denpasar (7 Desember 1946). Hasilnya, terbentuk Negara Indonesia Timur (24 Desember 1946), Negara Sumatera Timur (25 Desember 1946), Negara Madura (20 Februari 1948), hingga Negara Pasundan (24 April 1948).
Belum lagi dampak dari “penghadiahan” wilayah RI pada Belanda itu juga kian melenggangkan segenap kekuatan tempur Belanda, hingga pecahnya dua kali agresi militer Belanda (Operatie Produkt 21 Juli 1947 dan Operatie Kraai 19Desember 1948).
(Randy Wirayudha)