Contoh lain buah manis dari warisan KNIL tak lain adalah pembentukan Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI AD. Meski digagas Kolonel (Anm) Slamet Rijadi, tapi cikal-bakal salah satu kesatuan elite terbaik di dunia ini dibidani seorang mantan elite KNIL dari Korps Speciale Troepen (KST), Kapten Rokus Bernardus Visser.
Jika anda awam dengan nama Visser, mungkin akan lebih familiar dengan nama Idjon Djanbi. Ketika Belanda terpaksa mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Visser memutuskan tak kembali ke Belanda dan menjadi mualaf di Indonesia. Skill-nya mencetak banyak prajurit handal semasa bertugas di KST, dikagumi Kolonel Alex Evert Kawilarang yang meneruskan cita-cita Slamet Rijadi untuk membentuk pasukan elite.
Singkat kata, Idjon Djanbi lantas meleburkan diri ke TNI dengan pangkat Mayor, menyusun perangkat Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko TT. III/Siliwangi) yang saat ini lebih dikenal sebagai satuan Kopassus TNI AD.
Dari KNIL pula, lahir sejumlah tokoh militer jempolan yang berpengaruh dalam jalannya sejarah republik, terutama di medan tempur pada masa revolusi. Selain para jebolan PETA (Pembela Tanah Air), para “alumnus” KNIL seperti Oerip Soemohardjo, Gatot Soebroto, juga Kawilarang, juga berasal dari didikan militer Belanda.
Tapi sayangnya tak sedikit yang menolak para eks-KNIL untuk dileburkan ke dalam APRIS, pasca-KNIL dibubarkan pada 195o. Sentimen antiBelanda masih begitu melekat bagi para kombatan TNI yang berasal dari kelaskaran maupun PETA. Divisi III Siliwangi merupakan satu dari sedikit satuan APRIS yang mau menerima beberapa eks-KNIL.
“Tidak banyak juga yang menerima (eks-KNIL-red). Mungkin banyak dari (perwira-red) Siliwangi yang juga eks-KNIL, jadi beberapa ada yang menerima. Tapi (perwira) yang lulusan PETA dan lainnya masih ada unsur penolakan ,” ungkap penggiat sejarah revolusi Firman Hendriansyah kepada Okezone.