Chaidar mengatakan, jaringan DI/TII perlu diawasi di negara ini setelah melihat tragedi pemberontakan kelompok tersebut pada 1949. Saat itu, kelompok tersebut hendak membuat negara Islam sendiri.
Kata dia, pihak kepolisian setempat perlu meningkatkan pengawasan, pemantauan dan pendataan terhadap warga pendatang. "Bekasi menjadi tempat strategis bagi penganut paham radikalisme. Karena berdekatan dengan Jakarta dan Jawa Barat, jadi memudahkan akses mereka untuk mobilisasi," ujarnya.
Dia menilai, paham radikalisme cenderung menyasar masyarakat yang hidup dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Alasannya, golongan masyarakat itu minim pengetahuan sehingga mudah dipengaruhi.
"Masyarakat golongan ini juga terpaksa masuk ke kolompok itu karena ingin berubah nasib. Karena biasanya, mereka akan mendapat jaminan hidup dari kelompoknya," kata Chaidar.
Kapolresta Bekasi Kota, Komisaris Besar Herry Sumarji mengatakan, apabila wilayah hukumnya memang sangat menjadi daerah strategis yang banyak disinggahi pendatang baru dikarenakan wilayahnya berdekatan dengan Ibu Kota DKI Jakarta.
Terkait dengan adanya warga di Bekasi diduga sebagai kelompok radikal yang kerap digerebek oleh Tim Densus tanpa diketahui lebih awal oleh jajarannya. Diakui Kapolres, bakal menjadi perhatian pihaknya ke depan.