BLITAR - Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar, Jawa Timur kembali menegaskan bahwa pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) 14 Februari, memiliki nilai kepahlawanan yang setara dengan peristiwa pertempuran 10 November Surabaya, Pertempuran lima hari di Semarang, Bandung Lautan Api dan Perang Puputan di Pulau Dewata (Bali).
Karenanya, masyarakat Blitar selalu memperingati peristiwa perlawanan terhadap penjajah Jepang itu setiap tahun.
“Sebab nilai heroisme pemberontakan PETA di Blitar tidak kalah dengan revolusi fisik yang terjadi di daerah lain,“ ujar Pjs Wali Kota Blitar, Supriyanto kepada wartawan.
Peringatan pemberontakan yang dipimpin Shodanco Soeprijadi berpusat di kompleks monumen perjuangan PETA jalan Shodanco Soeprijadi Kota Blitar Sabtu 13 Februari 2016 malam. Ratusan pelajar dan mahasiswa dikerahkan ke dalam pementasan drama kolosal bertajuk “Tohpati Labuh Ibu Pertiwi”. Mereka berbagi peran dengan sejumlah pejabat SKPD dan tokoh masyarakat Kota Blitar.
Hiburan yang berbobot historis itu bercerita tentang perjalanan Soeprijadi sebelum memutuskan tampil ke muka memimpin pemberontakan melawan penjajah Jepang. Soeprijadi lahir 13 April 1923 di Kabupaten Trenggalek.