Ia merupakan angkatan pertama pasukan PETA, yakni milisi bentukan Jepang yang diperbantukan untuk melawan tentara sekutu. Sebagai seorang Shodanco atau komandan peleton Soperijadi ditempatkan di Blitar dengan tugas mengawasi para pekerja paksa (romusha). Bukanya patuh, melihat kekejaman Jepang terhadap bangsanya, Soeprijadi justru mengorganisir tentara PETA dan mencetuskan pemberontakan di Blitar.
“Ada nilai kepahlawanan para pendahulu yang harus terus bersemi di hati para generasi muda,“ terang Supriyanto.
Panggung yang megah itu penuh dengan teriakan pekik merdeka. Permainan lampu warna warni dan suara jerit tangis romusha yang dipukuli tentara Jepang membuat suasana semakin dramatis.
Meski gagal dan kalah, pemberontakan PETA di Blitar menginspirasi sejumlah daerah untuk melakukan aksi yang sama. Nasib Soeprijadi sendiri masih misteri antara hidup dan mati. Presiden Soekarno pernah mengangkatnya sebagai Menteri Keamanan Rakyat.
Namun, yang bersangkutan tidak pernah muncul hingga Imam Muhammad Suliyoadikusumo menggantikanya. Pada 9 Agustus 1975 Presiden RI menetapkannya sebagai pahlawan nasional dengan surat keputusan No 063/TK/1975.