Peristiwa ini juga sempat jadi sorotan para koresponden perang asing yang dimuat di beberapa surat kabar, seperti The Argus (28 November ’45), serta Kalgoorlie Miner, The Sydney Morning Herald dan The Mercury (3 Desember ’45).
Kemarahan Sekutu
Panglima Tertinggi Sekutu di Indonesia Jenderal Philip Christison, jelas menuntut para tahanan dibebaskan dan dikembalikan ke Jakarta. Tuntutan itu dilancarkan pada pemerintah Indonesia yang kemudian, Sutan Sjahrir, Perdana Menteri saat itu, meminta penjelasan Letkol Moeffreini Moe’min.
Letkol Moeffreini dipanggil karena dianggap bertanggung jawab atas pengamanan di teritorial itu selaku Komandan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Resimen V/Cikampek. Dalam penjelasannya pada Sjahrir, Letkol Moeffreini tak bisa berbuat apa-apa karena para serdadu Inggris itu sudah dalam keadaan tak bernyawa.
Seperti dikutip dari buku ‘Sejarah Bekasi: Sejak Peradaban Buni Ampe Wayah Gini’ karya Endra Kusnawan, disebutkan kemarahan sekutu berujung pada tudingan, bahwa pelakunya berasal dari gerilyawan Laskar Banteng Hitam Indonesia di bawah naungan H. Darip.
Sejumlah unit kekuatan sekutu pun diterjunkan ke Bekasi pada 29 November 1945, meski akhirnya gagal setelah dihadang perlawanan TKR dan sejumlah laskar. Tapi pada 13 Desember 1945, pasukan Inggris dengan kekuatan lebih besar merangsek garis demarkasi di Kali Cakung.