Pada lingkup yang lebih luas, Arya menerangkan, ketertarikan cukup besar juga ditemukan di negara-negara Eropa, baik mereka yang tergabung dalam Uni Eropa, Eropa Tengah maupun Eropa Timur. Demikian juga berlaku bagi kawasan Asia Pasifik.
“Di Eropa, Anda akan melihat aliansi bereaksi. Misalnya dalam kelompok Visegrad yang terdiri dari Republik Ceko, Hungaria, Polandia dan Slovakia. Lalu ada juga kelompok negara Eropa Timur yang mencoba mencari bentuk respon dan posisi paling tepat terhadap Rusia,” paparnya.
Warga negara Indonesia pertama yang menyelesaikan gelar Doktor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di Turki itu menambahkan, kalau di Asia, banyak negara khawatir dengan agresivitas China di Laut China Selatan dan Timur.
“Semua pihak menanti AS. Oleh karena itu, mereka mencoba menakar skala keterlibatan, serta derajat komitmen Hillary dan Trump dalam menyelesaikan sengketa kemaritiman ini. Terutama, negara-negara tersebut ingin tahu apakah mereka bisa mengandalkan AS atau tidak,” cetusnya.
Foto: Menlu AS John Kerry dan Menlu China Wang Yi. (Reuters)
Arya menyebut, negara seperti Jepang dan Korea Selatan yang selama ini menjadi sekutu terdekat AS juga memantau hubungan politik luar negeri yang mungkin di masa mendatang. Keduanya menimbang, capres manakah yang lebih berkomitmen terhadap situasi yang mereka hadapi di kawasan.
“Masalah Korea Utara jelas akan mendorong AS lebih fokus ke kawasan ini melalui kebijakan multi-platform yang mempertimbangkan aspek ekonomi, perdagangan dengan aspek politik serta aliansi keamanan,” tambah dia.