Pendeta itu memprotes tidak hanya tentang kejadian pembantaian di Peniwen yang sekiranya sudah melanggar perjanjian internasional, karena itu kan rumah sakit, tapi juga ada beberapa kasus pemerkosaan oleh tentara Belanda.
“Saya ingat bulan November di tahun yang sama (1949), akan ada tamu dari New York (Amerika Serikat), Swiss dan belanda ke Peniwen. Ternyata responsnya (surat protes) itu cepat juga. Mereka mengajukan belasungkawa. Tapi baru 2011 Belanda mengakui kesalahan itu bersamaan dengan Rawagede.
Belum lama ini juga datang surat permintaan maaf lainnya dari Palang Merah Belanda kepadanya. Selain mengucapkan penyesalannya, di surat itu Palang Merah Belanda turut memberikan bantuan, untuk perbaikan Monumen Peniwen Affairs yang mulai tak terawat.
(Randy Wirayudha)