SUTAN Takdir Alisjahbana memang sudah piawai merangkai kata sejak usia 13 tahun. Karya perdananya pun ditulis dalam Bahasa Belanda.
Nama Sutan Takdir Alisjahbana (STA) memang begitu melegenda hingga kini. Karya-karya sastranya begitu apik dan sarat akan makna.
Ya, kepiawaiannya merangkai kata memang tidak muncul begitu saja. Sejak usia 13 tahun, STA sudah menekuni dunia tulis-menulis. Menariknya, sebagian besar karyanya ditulis dalam bahasa Belanda. Artikel yang menjadi karya perdananya diberi judul ‘Tani Brieven’.
Lahir di Natal, Sumatera Utara, pada 11 Februari 1908, STA menjalani studi di Hollandsch-Indlandsche School (HIS) Bengkulu, 1915-1921.
Sebelum menyelesaikan studinya di HIS, rupanya tanpa sepengetahuan ayahnya ia mengikuti ujian masuk sekolah guru Kweekschool di Bukittinggi dan lulus. Namun, baru tiga bulan ia bersekolah lalu ia pindah ke Lahat, Sumatera Selatan. Tak lama ia dipindahkan lagi ke Kweekschool Muaraenim. Di situ, STA tertarik akan pergerakan dan membentuk Jong Sumatranen Bond (JIB) cabang Muaraenim. Pada 1925, ia kemudian dikirim ke Hogere Kweekschool di Bandung.
Di Bandung, ia menggauli Algeemene Studie Club dengan Soekarno sebagai pionernya. Takdir sempat menulis artikel tentang pendiri Sarekat Ambon, AJ Patty, di majalah ‘Jong Sumatra’. Ketika mengarang roman ‘Tak Poetoes Diroendoeng Malang’, sang ibunda wafat pada 1928. Rasa kehilangan yang mendalam pun begitu dirasakannya. Setelah selesai dibuat, karyanya itu diterbitkan di Balai Pustaka pada 1929.