Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

NEWS STORY: Kisah Dahsyat Front Alun-Alun Contong Surabaya yang Terpendam

Randy Wirayudha , Jurnalis-Minggu, 23 April 2017 |16:03 WIB
NEWS STORY: Kisah Dahsyat Front Alun-Alun Contong Surabaya yang Terpendam
Komunitas Roodebrug Soerabaia pada 2015 lalu menyerahkan plakat replika Alun-Alun Contong ke pihak pemda (Foto: Roodebrug Soerabaia)
A
A
A

DALAM berbagai catatan, setidaknya ada dua peristiwa dahsyat yang terjadi di sebuah area bernama Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya. Satu kisah gemilang medio Oktober 1945, satunya lagi kisah mengenaskan para kombatan republik pada November di tahun yang sama.

Kisah pertama disarikan dari arsip veteran, di mana tepat di samping Alun-Alun Contong itu terdapat satu markas Pemuda Republik Indonesia (PRI) 40 pimpinan Slamet Oetomo. Markas itu sempat jadi sasaran rentetan tembakan konvoi tentara Inggris ketika mereka lewat dari arah Baliwerti.

Serangan balik para kombatan PRI 40 pun dilancarkan, termasuk dari beberapa mitraliur yang dimiliki. Pasukan Inggris pun kelabakan, hingga semua serdadunya tewas dan sejumlah barang bisa direbut.

Sebut saja sebuah jip militer, peta-peta kota Surabaya, satu peti uang Jepang, serta beragam seragam militer. Disebutkan pula dalam catatan arsip veteran PRI 40 itu, kesemua barang-barang itu dibawa dan diserahkan ke Markas PRI.

Kisah kedua tak lepas dari gempuran Inggris berkekuatan penuh pada 10 November 1945 atau yang biasa kita kenal sekarang sebagai Pertempuran 10 November. Pertempuran yang di kemudian hari jadi “patokan” Kota Surabaya dijuluki Kota Pahlawan.

Disarikan dari buku ‘Pertempuran Surabaya’ terbitan Pusjarah dan Tradisi ABRI, salah satu front yang paling tragis dihantam serangan Inggris adalah Front Alun-Alun Contong. Front yang ditargetkan sejumlah artileri pasukan pemenang Perang Dunia II, hingga meninggalkan pemandangan yang memilukan.

Para kombatan yang mempertahankan front itu tak banyak yang bisa keluar hidup-hidup. Rata-rata turut terbantai. Genangan darah membanjiri jalanan, sementara berbagai anggota tubuh manusia berserakan dengan deru jeritan manusia yang bikin pilu.

Untuk mengenang dua peristiwa itu, sempat tertempel sebuah plakat prasasti di Monumen 10 November yang sayangnya, beberapa tahun lalu dicuri orang yang tidak bertanggung jawab.

Komunitas sejarah Roodebrug Soerabaia (RB) dalam rangka parade Surabaya Juang pada November 2015, pernah pula membuatkan plakat replika dan menyerahkannya ke pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, sebagai pengganti plakat yang dicuri.

Tapi yang disayangkan Ketua RB Ady Erlianto Setiawan, adalah ketika pejabat pemkot lain yang menyatakan bahwa di Alun-Alun Contong, justru tidak pernah terjadi pertempuran.

“Dengan mengatakan tidak ada pertempuran di Alun-Alun Contong, berarti menghilangkan peran mereka-mereka yang gugur dan juga menghilangkan bagian dari kisah sejarah kota (Surabaya),” cetus Ady Setiawan kepada Okezone.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement