Pemutusan hubungan diplomatik juga mengganggu arus ekspor. Qatar selama ini gencar mengekspor mesin, peralatan elektronik, dan transportasi lainnya lewat Saudi. Nilai kerjasama kedua negara mencapai USD896 juta atau Rp12 triliun pada 2015.
Selain ekspor-impor, terganggunya hubungan kedua negara berdampak pada penutupan kantor media Al Jazeera, media terkemuka yang berkantor pusat di Doha. Selain itu, rute penerbangan dari dan menuju Doha juga ditutup oleh Bahrain, Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Maskapai Qatar Airways tidak diperkenankan mendarat dan melewati wilayah udara negara-negara tersebut.
Dampak dalam jangka panjang yang mungkin dirasakan Qatar adalah terhambatnya sektor konstruksi. Sebagaimana diketahui, Qatar didaulat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Pembangunan fasilitas umum penunjang dan stadion-stadion tengah digencarkan. Namun, pasokan material yang sebagian besar diimpor dari Arab Saudi terhambat sehingga proyek menjadi kacau.
Pasang Surut Teluk
Sejarah hubungan diplomatik Qatar dengan negara-negara di kawasan mengalami pasang surut sejak 2011. Merebaknya gejala Arab Spring mengawali perseteruan tersebut. Qatar diketahui mendukung organisasi Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir yang menggulingkan mantan Presiden Hosni Mubarak.
Dukungan Qatar dibuktikan dengan adanya memberikan bantuan kepada IM. Organisasi tersebut diketahui dilarang eksistensinya oleh Arab Saudi dan Mesir karena dianggap sebagai gerakan separatis. Negara Teluk meminta Qatar mengubah kebijakan luar negerinya dengan memutus bantuan ke IM pada Maret 2014.
Selang beberapa bulan kemudian, tepatnya November 2014, Arab Saudi; Bahrain; Mesir; dan UEA menarik duta besar mereka dari Qatar selama beberapa bulan. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes atas intervensi yang dilakukan Doha dalam hubungan bilateral antar negara.