Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

FEATURE: Luka Gunung Slamet dan Darah Demonstran PLTP di Banyumas

 FEATURE: Luka Gunung Slamet dan Darah Demonstran PLTP di Banyumas
Foto: Sucipto/Okezone
A
A
A

BANYUMAS - Cendekia Nuur Khoolik lemas melihat darah yang mengucur dari hidungnya. Ia pasrah. Kedua tangannya dicengkram. Lehernya dipiting. Wajahnya dipukuli sekitar enam orang aparat oknum Polisi dan Satpol PP Banyumas.

Cen, panggilan akrabnya, tidak bisa bernapas lewat hidung. Dadanya sesak. Ia paksakan bernapas dengan mulut meski napas sulit diatur. Dadanya berdegup tak tentu. Sesekali Cen dengar makian dari aparat sambil terus memukulinya.

Waktu itu, Senin 19 Oktober 2017 malam adalah hari yang muram bagi Cen dan 60-an orang Aliansi Selamatkan Slamet yang masih bertahan. Mereka memilih bertahan dan mendirikan tenda di depan gerbang kantor bupati meski hujan sempat turun.

Mereka menggelar aksi sejak pukul 10.00 WIB bersama 400an orang yang terdiri dari masyarakat lereng Gunung Slamet, mahasiswa, dan aktivis lingkungan. Maksud mereka adalah menyampaikan keresahan pembangunan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Slamet.

 

Berlokasi di depan Gedung Bupati Banyumas, mereka menuntut Bupati untuk menghentikan proyek PLTP yang meresahkan warga tersebut. Namun Bupati Banyumas, Ahmad Husein dikabarkan tidak di tempat.

Massa aksi hanya ditemui oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Banyumas, Didi Rudwiyanto. "Bupati sedang ke Semarang untuk membahas persoalan PLTP dengan Gubernur," katanya.

Namun, massa aksi bersikukuh untuk bertahan dan menunggu bupati. Menjelang maghrib, hujan turun. Massa aksi mendirikan dua tenda dome dan satu tenda terpal berukuran kira-kira 4x7 meter. Mereka ingin bermalam demi aspirasinya tersampaikan langsung.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement