Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

5 Kasus Fenomenal yang Bikin DPR Kelabakan, Nomor 2 Penuh "Drama"

Odia Rogata , Jurnalis-Kamis, 21 Desember 2017 |12:02 WIB
5 Kasus Fenomenal yang <i>Bikin</i> DPR Kelabakan, Nomor 2 Penuh
Suasana Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). (Foto: dok. Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu lembaga tinggi negara yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. Terpilih oleh suara rakyat, seharusnya membuat anggota DPR dapat menjaga kepercayaan masyarakat dalam memegang pemerintahan dengan baik dan benar.

Namun apa jadinya bila kepercayaan masyarakat itu tidak dijaga dan malah mengecewakan karena masalah-masalah yang dibuat oleh anggota DPR itu sendiri?

Berikut 5 kasus fenomenal yang dilakukan oleh anggota DPR pilihan rakyat hingga membuat lembaga kehormatan itu kelabakan dan menggelar sidang khusus untuk anggotanya sendiri.

5. Angelina Sondakh, Kasus Korupsi Kemenpora

Pada Senin 18 November 2013, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Kasasi dari Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait vonis mantan Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Angelina Sondakh (Angie) dalam kasus pembahasan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Hakim MA, memutuskan mengabulkan tuntutan hukuman 12 tahun penjara terhadap Angie lantaran dinyatakan terbukti bersalah menerima dana Rp33 miliar dari PT Permai Group, perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Dengan Rambut Baru, Angie Jalani Pemeriksaan

Angelina Sondakh. (dok. Okezone)

Putusan Kasasi ini keluar oleh Ketua Majelis Artidjo Alkostar dan anggota M Askin dan Ms Lumme.

Sebelumnya, Angie divonis empat tahun enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus dengan putusan yang sama. Majelis Hakim menilai, Pengadilan Tipikor telah tepat dan benar menurut hukum sehingga perlu diperkuat.

Angie Siapkan 35 Halaman Pledoi Pribadi

Angelina Sondakh. (dok. Okezone)

Namun, pada Rabu (30/12/2015), putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) mengurangi vonis Angie menjadi 10 tahun dengan uang yang disita berkurang menjadi Rp2 miliar dan USD1 juta.

4. Soepomo, Makelar Bantuan Bencana Alam

BK DPR melakukan penyelidikan terhadap Anggota Komisi XI Soepomo terkait kasus makelar dana penanggulangan bencana yang dilaporkan pegawai Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cianjur.

Penyelidikan dilakukan setelah BK DPR mendapatkan laporan dari mantan pejabat di Badan Bencana Alam Kabupaten Cianjur Muhammad Sukarya, Selasa 12 Februari 2013. BK memeriksa tiga orang yang dilaporkan, salah satunya yaitu anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Soepomo, pekan berikutnya.

Berdasarkan keterangan pelapor, pihaknya memberikan dana Rp1,5 miliar kepada Haris Hartoyo, yang merupakan staf tenaga ahli Soepomo. Sejumlah uang tersebut diberikan untuk bantuan dana bencana di Kabupaten Cianjur. Ternyata janji itu tak terpenuhi. Bahkan, Pemkab diminta mengeluarkan uang Rp 2 miliar untuk dana verifikasi proposal dana bencana.

Soepomo pun menegaskan bahwa ia tidak pernah terlibat dalam kasus itu dan ia siap jika nanti kasus tersebut dilimpahkan ke KPK.

3. Zulkarnaen Djabar, Kasus Korupsi Proyek Pengadaan Alquran

Zulkarnaen Djabar resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembahasan anggaran proyek pengadaan Alquran pada 29 Juli 2012, bersama anaknya, Dendi Prasetya.

Masing-masing disangkakan pasal penyuapan karena dianggap melanggar pasal 12 huruf a atau b subsidair pasal 5 ayat 2, lebih subsidair pasal 11 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi. Mereka diduga telah menerima suap yang mencapai sekira Rp4 miliar.

 Pemeriksaan Zulkarnaen Djabar

Dzulkarnaen Djabar. (dok. Okezone)

Zulkarnaen dan Dendi diduga terlibat dalam pembahasan anggaran proyek pengadaan Al Quran pada 2011 senilai Rp20 miliar. Sementara untuk pengadaan laboratorium komputer senilai Rp31 miliar.

Pada Jumat 7 September 2012, Juru Bicara KPK, Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, mengatakan bahwa ZD resmi ditahan KPK di Rutan kelas 1 Jakarta Timur cabang KPK untuk 20 hari pertama untuk keperluan penyidikan intensif.

ZD diduga melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pengurusan anggaran dan pengurusan barang dan jasa di Kementrian Agama (Kemenag) terkait pengadaan Alquran dan laboratorium komputer.

Zulkarnaen dan Dendy diputus bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Kamis, 30 Mei 2017. ZD divonis 15 tahun penjara sedangkan anaknya DP mendapatkan hukuman 8 tahun penjara.

Majelis hakim menyatakan Zulkarnaen dan Dendy terbukti menerima uang Rp11,49 miliar dalam proyek pengadaan Alquran pada 2011 dan 2012, termasuk proyek laboratorium komputer untuk Madrasah Tsanawiyah pada 2011.

Zulkarnaen Djabar Ditahan KPK

Dzulkarnaen Djabar. (dok. Okezone)

Kemudian, pada Rabu 3 Mei 2017, ZD kembali diperiksa oleh KPK dalam perkara kasus yang sama sebagai saksi untuk Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq. Selain ZD, pada hari itu, total ada 11 orang yang dipanggil KPK termasuk anaknya Dendy Prasetya.

Merujuk pada putusan perkara korupsi proyek Alquran di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 30 Mei 2013, Fahd A Rafiq (FAR) masuk dalam fakta hukum putusan terdakwa korupsi Alquran. FAR disebut ikut membantu Zulkarnaen mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan perusahaan pelaksana proyek pengadaan Alquran dan laboratorium.

2. Setya Novanto, Kasus Megakorupsi Proyek e-KTP

Sidang peradilan kedua kasus megakorupsi e-KTP yang dilaksanakan Rabu 20 Desember tidak mudah terlaksana. Nyatanya, segenap penyidik dan personel Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjalani banyak “kisah” sebelum sampai ke meja hijau.

Berawal pada 17 Juli 2017, Setya Novanto yang kala itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP, tahun anggaran 2011-2012. Kasus ini membuat negara rugi hingga Rp2,3 triliun.

Menanggapi status tersangkanya, pada 4 September 2017 Setya Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Ia bersikeras menolak status tersebut.

KPK pun mengagendakan beberapa kali jadwal pemeriksaan Setya Novanto sebagai tersangka. Namun, ia selalu mangkir dengan berbagai alasan. Di antara alasan yang diajukan Setya Novanto adalah sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Siloam, Semanggi, Jakarta; dan meminta KPK menunda proses penyidikan terhadap dirinya hingga proses praperadilannya ketuk palu. Bahkan ia pernah juga mengajukan alasan memburuknya kondisi kesehatan hingga harus menjalani kateterisasi jantung di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur.

  Wajah Pucat Setya Novanto di Pemeriksaan Perdana Kasus KTP  Elektronik

Setya Novanto. (dok. Okezone)

Saat sidang praperadilan 27 September 2017, KPK meminta diputarnya rekaman yang dapat menjadi bukti kuat keterlibatan Novanto. Namun, Hakim Cepi menolaknya. Pada hari yang sama, beredar foto Novanto tengah dijenguk oleh anggota DPR dari Fraksi Golkar, Endang Srikarti Handayani di jagat maya. Foto itu menjadi viral karena mengandung berbagai kejanggalan.

Kemudian pada 29 September 2017, Hakim Cepi mengetok palu, memutuskan penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah. Hakim juga meminta KPK menghentikan penyidikan tersebut.

KPK tidak patah arang. Pada Jumat 10 November 2017, untuk kedua kalinya KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus megakorupsi e-KTP. Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pun diterbitkan pada 31 Oktober 2017. S‎etya Novanto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1‎ KUHP.

Lembaga antirasuah itu kembali memanggil Setya Novanto. Lagi-lagi, Setya Novanto mangkir di setiap panggilan KPK dengan berbagai alasan, seperti sakit, melaksanakan tugas legislatif hingga mengajukan hak imunitas yang ia miliki sebagai Ketua DPR.

Tak gentar, pada Rabu, 15 November 2017, KPK dan aparat kepolisian menyambangi kediaman Setya Novanto di Jakarta Selatan. Dari proses itu, KPK berhasil menyita sejumlah barang, mulai dari berkas hingga rekaman CCTV rumah Setya Novanto. Untuk membatasi ruang gerak Setya Novanto yang diduga sengaja melarikan diri, KPK berkoordinasi dengan kepolisian untuk menetapkannya sebagai buron dan menyertakannya dalam daftar pencarian orang (DPO).

Berbagai Ekspresi Setya Novanto pada Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor

Setya Novanto. (dok. Okezone)

Esoknya, Kamis 16 November 2017 petang, mobil Toyota Fortuner berkelir hitam yang ditumpangi Setya Novanto mengalami kecelakaan, menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Setya Novanto yang mengalami luka-luka pun dilarikan ke Rumah Sakit Medika untuk menjalani perawatan pasca-kecelakaan.

Untuk mempermudah penyidikan, KPK memindahkan Setya Novanto ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat, Jumat 17 November 2017. Per hari itu pula Novanto resmi menjadi tahanan KPK, meski tidak ditahan di balik jeruji besi karena kondisi kesehatannya.

Pada Minggu 19 November 2017, setelah mendapatkan keterangan dari tim dokter RSCM dan IDI perihal kondisi Setya Novanto yang disebut tak lagi memerlukan rawat inap, KPK langsung menggelandang Setya Novanto ke rutan cabang KPK di Kuningan. Mendekati tengah malam, Setya Novanto tiba di Gedung KPK. Duduk di kursi roda, Novanto didorong ke ruang tahanan, bersama sejumlah tersangka dan terdakwa kasus korupsi lain.

 Setya Novanto Masih Pucat di Pemeriksaan Kedua Kasus KTP  Elektronik

Setya Novanto. (dok. Okezone)

Perlawanan masih dilakukan Setya Novanto. Lewat jalur praperadilan, Setya Novanto mencoba kembali memperjuangkan kebebasannya.

Sidang perdana praperadilan pun diadakan pada Kamis 30 November 2017 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin oleh hakim tunggal, Hakim Kusno. Namun, sidang tersebut ditunda karena perwakilan KPK yang tidak hadir. Pihak KPK meminta hakim menunda sidang hingga jangka waktu 3 minggu ke depan. Sementara pihak Setya Novanto meminta hakim cukup menunda selama 3 hari; permohonan ini dikabulkan hakim sehingga pengadilan digelar pada Kamis 7 Desember 2017.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan jilid II pada Kamis 7 Desember 2017. Namun, sidang ini dinyatakan gugur dengan sendirinya karena sidang pertama di Pengadilan Pidana Korupsi (Tipikor) sudah dimulai menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sidang perdana peradilan Setya Novanto dilaksanakan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu 13 Desember 2017 yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Yanto. Namun, saat sidang berjalan, Novanto enggan angkat bicara dan hanya tertunduk lesu di kursi pesakitannya saat Hakim Yanto mengajukan pertanyaan kepadanya. Hakim pun mengonfirmasi kesehatan Setya Novanto kepada Jaksa KPK.

 Berbagai Ekspresi Setya Novanto pada Sidang Perdana di Pengadilan Tipikor

Setya Novanto. (dok. Okezone)

Jaksa Irene Putri pun menjawab pertanyaan Hakim dan mengatakan bahwa Setya Novanto dalam keadaan sehat karena sebelum dibawa ke persidangan, mantan Ketua Fraksi Golkar itu sudah diperiksa oleh tim dokter KPK.

Kemudian Hakim Yanto kembali bertanya kepada Setya Novanto namun tetap tidak dijawab olehnya.

Dalam kesempatan itu, Setya Novanto justru mengeluh sedang dalam kondisi tidak sehat‎. Setelah adanya pernyataan dari Setya Novanto, adu argumen antara Jaksa KPK dan pihak kuasa hukum Setya Novanto terjadi terkait kesehatannya pada hari ini.

Mendengar beberapa pernyataan dari kedua belah pihak, Hakim Yanto mengambil jalan tengah. Sidang ditunda, dan Hakim mempersilahkan untuk tim dokter dari kedua belah pihak memeriksa kesehatan Setya Novanto.

1. Karolin Margret Natasa, Mirip Pemeran Video Mesum

Pada pertengahan 2012, nama Karolin Margret Natasa sempat hangat diperbincangkan di berbagai kalangan. Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu mulai disebut-sebut setelah video porno miripnya dirinya tersebar luas di tengah masyarakat. Dalam video itu, tampak wanita mirip Karolin sedang melakukan hubungan intim dengan seorang lelaki yang tidak diketahui identitasnya.

Menurut Karolin, peran dalam video porno mirip anggota DPR itu jelas bukan dirinya. "Tidak, bukan. Itu bukan saya," terangnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 11 Juni 2012.

 Karolin Hadiri RDP

Karolin Margret Natasa. (dok. Okezone)

Lebih lanjut Karolin mengatakan, ada oknum yang sengaja memfitnahnya untuk menjatuhkan citranya sebagai anggota DPR. "Saya ‘kan udah jawab bahwa ini terkait situasi politis dan momentumnya Anda bisa lihat. Masalah politis, dan kita hadapi," tukasnya.

Saat video mesum itu menjadi perbincangan, Cornelis MH, ayah dari Karolin sedang dalam pencalonan diri sebagai calon Gubernur Kalimantan Barat periode 2013-2018 untuk kedua kalinya.

Kasus ini sudah berjalan hingga awal 2013 dan masih belum selesai. Karena itu, BK DPR sempat kembali merencanakan sidang kode etik kepada pihak-pihak terkait yang terkait dalam video mesum tersebut.

BK DPR sendiri sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Mabes Polri. Namun, hingga kini kasus tersebut seperti hilang ditelan bumi.

Karolin sendiri sudah berkali-kali membantah bahwa wanita yang memerankan video mesum itu bukan dirinya. (rfa)

(Salman Mardira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement