Iqbal mengatakan, setelah memperhitungkan segala sesuatu dengan baik, tim pembebasan diperintahkan untuk berangkat pada 23 Maret lewat Tunisia. Dari Tunis, tim bergabung dengan pihak Kedutaan Besar RI (KBRI) di Tripoli untuk menuju Benghazi.
“Kami naik pesawat tidak terjadwal dari Tunisia langsung ke Benghazi. Target satu hari setelah tiba adalah pengambilan sandera. Tetapi sampai hari pertama dan kedua belum disepakati mekanisme pembebasan dan lokasi,” urai Lalu Muhammad Iqbal.
Pada akhirnya, sesuai kesepakatan serah terima dilakukan di pelabuhan ikan yang terbengkalai di Benghazi. Serah terima berlangsung pada 27 Maret sekira pukul 12.30 waktu setempat. Iqbal menjelaskan, upaya pembebasan tersebut dilakukan dengan diplomasi yang intensif.
“Tuntutan kelompok itu agak politis. Tetapi kami melakukan pendekatan intensif di antaranya menyatakan bahwa Indonesia tidak memilih pihak mana pun dalam konflik, Indonesia sahabat Libya, dan Indonesia dengan Libya sama-sama mediasi perdamaian di Filipina Selatan pada 1996, semacam itu lah,” ujar Iqbal.
Menurut Iqbal, salah satu faktor yang memudahkan pembebasan adalah asal muasal sandera dari Indonesia serta sesama Muslim. Berbagai upaya pendekatan itu mencapai hasilnya dengan pembebasan sandera yang dipulangkan lewat jalur darat secara aman meski harus melalui 12 pos pemeriksaan.
(Wikanto Arungbudoyo)