JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan adanya mahar politik yang terkadang diterapkan oleh partai politik (Parpol) menjadi celah untuk terjadinya praktik korupsi. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu caleg atau kepala daerah nantinya yang terpilih mencari uang haram untuk mengganti cost politic (dana politk-red) saat proses kampanye.
"Kalau masih harus bayar mahar, praktik politik uang masih tinggi itu yang disebut politik biaya tinggi. Kalau politik butuh biaya tinggi misal jadi kepala daerah atau anggota DPR atau DPR kami duga menjadi faktor pendorong korupsi ketika menjabat nanti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Oleh sebab itu, Febri menyebut, pihaknya berharap partai politik melakukan standar integritas tidak politik uang dan mahar politik. Sebab itu, Febri mengapresiasi langkah partai politik yang menerapkan sistem tanpa mahar.
"Itu poin yang harus dijaga. Juga kan ada pernyataan beberapa parpol tidak mahar. KPK tentu diharapkan terus diimplentasikan sehingga kita punya harapan lebih proses Pemilu 2019 lebih bagus," ujar Febri.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu Kaka Suminta menyatakan partai politik yang meminta mahar dari calon legislatifnya sebagai kompensasi untuk masuk dalam daftar calon tetap (DCT), tak pantas dipilih.
Pasalnya, kata dia, parpol harus mempunyai kemampuan pembiayaan caleg, agar membuka kesempatan bagi calon-calon berkualitas dan berprestasi di partai.
"Kalau proses dalam penentuan daftar calon sementara dan daftar calon tetap sudah cacat, bukan saja calegnya, partai politiknya pun harus dihukum," kata Kaka dikonfirmasi terpisah.
Baca: Ini Daftar 49 Nama Caleg Eks Koruptor
Baca: Petakan Mahar Politk
Sementara itu, Sekjen Partai Nasdem, Johnny G Plate mengakui bahwa maraknya kasus korupsi di Indonesia karena biaya politik yang sangat tinggi. Karenanya, kata Johnny, untuk meminimalkan hal itu, Nasdem tidak membebani atau memunguti dana bagi para caleg dengan biaya mahar.
"Di Nasdem tidak ada mahar politik. Baik di pilkada, pileg maupun pilpres. Tidak ada maharnya," tutur Johnny.
Johnny menjelaskan, untuk membersihkan politik Indonesia bebas dari korupsi membutuhkan pemimpin yang bersih dan berintegritas juga. "Setidaknya caleg tidak ada beban finansial yang harus dipertanggungjawabkan atau dibayar kembali," ucap dia.
(Rachmat Fahzry)