JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya di Jakarta, pada Selasa, 12 Maret 2019. Tim menyita sejumlah bukti tambahan berupa dokumen terkait kasus dugaan kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dari dua kantor BUMN tersebut.
Penggeledahan tersebut dilakukan karena KPK menduga ada banyak pembangunan gedung Kampus IPDN yang dikorupsi. Saat ini, KPK masih mengembangkan perkara dugaan korupsi pembangunan dua gedung IPDN di Sulawesi yang digarap oleh PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya.
Baca juga: Geledah Kantor Adhi Karya dan Waskita, KPK Sita Bukti Korupsi Gedung IPDN
"Kami menduga korupsi dalam pembangunan Kampus IPDN ini memang tidak hanya terjadi pada satu atau dua tempat saja. Tapi ada beberapa proyek kampus IPDN yang diduga dikorupsi," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (14/3/2019).

Febri mengatakan, saat ini tim penyidik sedang mempelajari lebih jauh dokumen serta alat bukti eletronik lainnya yang disita dari PT Adhi Karya dan PT Waskita Karya. Nantinya, tim penyidik juga akan memeriksa saksi-saksi yang berkaitan dengan perkara ini untuk menelusuri lebih jauh hasil barang sitaan KPK tersebut.
"Dan ini yang kami garisbawahi juga ketika korupsi terjadi di fasilitas pendidikan, harapannya itu bisa lebih sedikit," katanya.
Baca juga: Direktur SDM PT Adhi Karya Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi Gedung IPDN
Diketahui, dua BUMN tersebut merupakan korporasi penggarap proyek pembangunan gedung Kampus IPDN di Sulawesi. PT Adhi Karya merupakan penggarap gedung Kampus IPDN Sulawesi Utara. Sedangkan PT Waskita Karya penggarap gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemendagri, Dudy Jocom dan Kepala Divisi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Adi Wibowo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tahun anggaran 2011.
Dudy Jocom juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung IPDN Sulawesi Utara tahun anggaran 2011. Dalam pembangunan gedung IPDN di Sulut, Dudi ditetapkan bersama-sama Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Dono Purwoko.
Awalnya, Dudi menghubungi beberapa kontraktor untuk menginformasikan bahwa akan ada proyek IPDN di Sulawesi, pada tahun 2011. Namun, sebelum lelang dilakukan, diduga telah telah disepakati pembagian kerja untuk PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya.
Baca juga: Periksa Gamawan, KPK Dalami Persetujuan Proyek IPDN di Atas Rp100 Miliar
Waskita Karya kebagian untuk menggarap proyek di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sedangkan Adhi Karya, menggarap proyek di Sulawesi Utara. Atas perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp11,18 Miliar di proyek pembangunan gedung IPDN Sulawesi Selatan dan Rp9,378 miliar di proyek Sulawesi Utara.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata memastikan akan mengusut keterlibatan peran serta PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung Kampus IPDN di Sulawesi tersebut.
"Kalau perseroan itu mengetahui tender arisan dan dia tidak memiliki alat untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan seperti ini, tidak berusaha mencegah untuk mencegah agar perusahaan tidak terlibat dalam tender arisan seperti ini, ya sesuai Perma Nomor 13 kan bisa menjadi tersangka," kata Alexander.
Baca juga: Eks Mendagri Gamawan Fauzi Diperiksa KPK Terkait Korupsi Gedung IPDN
Sejauh ini, KPK telah menjerat lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi lewat Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 yang mengatur penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) oleh korporasi.
Korporasi pertama yang dijerat KPK yakni PT Duta Graha Indah (DGI) yang kini berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineriing (NKE). Kemudian, KPK berturut-turut menggunakan Perma tersebut untuk menjerat PT Tuah Sejati, PT Nindya Karya.
Selanjutnya, KPK juga menjerat PT Tradha sebagai tersangka korporasi. Namun, PT Tradha ditetapkan sebagai korporasi terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terakhir, KPK menetapkan PT Merial Esa sebagai tersangka di kasus Bakamla.
Saat ini, baru PT NKE yang telah divonis bersalah oleh pengadilan Tipikor. PT NKE divonis untuk membayar uang pengganti sebesar Rp85,4 miliar dan denda senilai Rp700 juta.
Selain itu, PT NKE juga diganjar dicabut haknya untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama enam bulan. Atas putusan tersebut, pihak PT NKE tidak mengajukan upaya hukum banding.
(Fakhri Rezy)