 
                KETEGANGAN di Timur Tengah antara Amerika Serikat (AS) dengan Iran terus berlanjut. Tak lama setelah saling tuduh atas insiden penyerangan kapal tanker di Teluk Oman, giliran pesawat nirawak (drone) AS ditembak jatuh oleh pasukan Garda Revolusi Iran (IRGC) pada Kamis 20 Juni lalu. Peristiwa penembakan drone ini menandai serangan langsung pertama yang diklaim Iran terhadap aset AS di tengah hubungan keduanya yang semakin memanas.
Iran menepis klaim AS dengan menunjukkan bukti bahwa drone yang diidentifikasi sebagai RQ-4 Global Hawk tersebut tengah melintas di langit Kuh Mubarak di Provinsi Hormozgan, bagian selatan Iran. Iran menyatakan drone itu telah melanggar wilayah udaranya, dan tidak merespons meski telah diberi peringatan. Sementara AS mengklaim drone mereka terbang di wilayah udara internasional yang netral. RQ-4 Global Hawk merupakan drone canggih senilai US$120 juta (sekitar Rp1,6 triliun), berdaya jelajah tinggi dan dirancang khusus untuk misi pengintaian.
Di hari yang sama pasca penembakan drone, dikabarkan Presiden Donald Trump telah menyetujui opsi serangan militer terhadap sejumlah sasaran, termasuk radar dan fasilitas rudal di Iran sebagai aksi pembalasan. Namun, pada malam harinya pemimpin AS itu mengubah taktik. Melalui akun twitternya, Trump mengaku membatalkan perintah 10 menit sebelum terjadi penyerangan
Washington akhirnya membalas perlakuan Teheran dengan memberikan sanksi yang kali ini menyasar langsung Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei dan pejabat tinggi lainnya. Perintah eksekutif yang ditandatangani Presiden Trump pada Senin (24/06) ini bertujuan menutup akses pemimpin Iran dan para afiliasinya terhadap sumber-sumber keuangan. Akses untuk menggunakan sistem keuangan terkait AS atau aset-aset apapun di Negeri Paman Sam turut dibekukan.
Penerapan sanksi pada Ali Khamenei merupakan sebuah langkah strategis. Pengendali utama arah politik dan militer Iran ini memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar. Diperkirakan aset-aset Khamenei beserta pejabat tinggi lain senilai miliaran dolar bakal terkena dampak pemblokiran ini. Presiden Iran, Hassan Rouhani yang biasanya bersikap tenang, menanggapi pernyataan Trump dengan menyebut kebijakan Gedung Putih kali ini ‘terbelakang secara mental’.
Sanksi baru ini merupakan lanjutan pukulan bertubi-tubi AS terhadap Iran yang telah menderita secara ekonomi sejak diterapkannya kembali embargo pasca penarikan diri AS dari kesepakatan nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Mei 2018 lalu. Embargo ini meliputi sektor otomotif, perdagangan emas, logam mulia, serta sektor energi Iran, termasuk transaksi terkait minyak melalui lembaga keuangan asing dengan Bank Sentral Iran.