Akhir pekan ini, pertemuan G20 yang berlangsung pada 28-29 Juni 2019 dihelat di Osaka, Jepang. Eskalasi konflik AS-Iran diduga akan menjadi salah satu topik utama pembahasan. Negara-negara peserta perhelatan tahunan ini, baik secara langsung maupun tidak, turut terpengaruh dan berkepentingan atas konflik AS-Iran.
Indonesia sebagai negara yang memiliki hubungan baik dengan AS maupun Iran dapat memainkan peran yang lebih signifikan sebagai pihak penengah. Di sela-sela pertemuan G20 Indonesia dapat bersikap dan bersuara, mendorong kedua belah pihak untuk melakukan upaya-upaya diplomasi yang lebih lunak.
Indonesia sendiri juga pernah merasakan dampak kebijakan AS dan sekutunya—yang secara langsung maupun tidak—telah mempersulit kondisi politik dan ekonomi nasional. Yang terbaru, misalnya, mengenai larangan Uni Eropa terhadap sawit sebagai bahan baku biodiesel. Bercermin dari hal ini, Indonesia dapat bersimpati dengan Iran, salah satunya melalui peningkatan hubungan bilateral dengan bangsa Persia itu, misalnya dengan meningkatkan volume impor produk-produk pertanian Iran, seperti kurma, anggur, kacang hijau dan kacang mede.
Indonesia yang sejak Mei lalu menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB juga dapat memanfaatkan posisinya di forum-forum resmi multilateral, mengajak negara-negara yang memiliki pengaruh dan terlibat secara langsung maupun tak langsung, baik sekutu maupun seteru AS dan Iran, untuk mengedepankan proses negosiasi yang lebih beradab. Segala bentuk perang terbuka antarbangsa hanya akan menambah derita serta mencederai ketertiban dan keamanan dunia. Siapa pun yang menang, kita semualah yang akan kalah dan menanggung akibatnya.
Oleh Dave Akbarshah Fikarno, M.E
Anggota Komisi I DPR RI
(Salman Mardira)