Polisi yang menyamar
Kepolisian Hong Kong mengakui bahwa, pada suatu titik, personel mereka amat terbatas untuk menangani jumlah unjuk rasa yang dilakoni para pegiat dengan menerapkan strategi "pukul dan kabur".
Caranya, para demonstran melemparkan batu-bata ke kantor polisi atau memblokade terowongan lintas kota. Kemudian, tatkala satuan antihuru-hara tiba, para demonstran akan kabur.
Dalam demonstrasi pada 5 Agustus, terjadi kericuhan di puluhan lokasi yang tersebar di Hong Kong.
Kepolisian mengatakan kini mereka dapat mengirim personel lebih cepat dan lebih luwes. Mereka memanfaatkan pergerakan demonstran yang memecah ke kelompok-kelompok kecil dengan melakukan penangkapan secara cepat.
Aparat dapat mengutus sekitar 3.000 personel anti-huru-hara, yang jika tidak ada kericuhan, punya tugas lain di dalam kepolisian Hong Kong yang beranggotakan 30.000 personel.
Kepolisian merasa lebih percaya diri karena telah menangkap yang mereka sebut figur-figur penting di antara para demonstran yang paling radikal.
Walau gerakan ini digambarkan sebagai gerakan cair tanpa pemimpin, yang mengandalkan konsensus di antara grup-grup percakapan di dunia maya, kepolisian merasa figur-figur kunci sanggup menggalang dukungan untuk aksi-aksi tertentu.
Mereka mengklaim telah menemukan dan menahan "pemain-pemain utama" dengan bantuan laporan intelijen yang didapat dari polisi-polisi yang menyamar di antara para demonstran. Mereka kadang menyebut taktik ini "operasi umpan".
'Jika mereka membunuh seseorang, mereka akan menghadapi tuntutan pembunuhan'
Penggunaan polisi yang menyamar sejauh ini telah menimbulkan kerisauan dan bahkan paranoia di antara kalangan demonstran.
Pada Selasa (13/08), para pegiat menyerang dua pria—termasuk seorang wartawan media pemerintah China—di Bandara Hong Kong, atas tuduhan keduanya adalah polisi China daratan.
Di semua pihak, kewaspadaan semakin meningkat dan tak lagi mudah percaya dengan orang, termasuk kepada wartawan. Baik polisi maupun demonstran kerap meminta kartu identitas wartawan sebelum wawancara.
Polisi juga mendapat kecaman karena beberapa kali melakukan pendekatan kekerasan, termasuk melepaskan gas air mata ke kawasan permukiman dan stasiun kereta bawah tanah.
Kemudian ada foto-foto yang menampilkan polisi antihuru-hara menembakkan peluru karet dan gas air mata secara horizontal—yang bisa mengenai kepala para demonstran.
Kepolisian mengatakan insiden seperti itu seharusnya tidak terjadi. Peluru karet, menurut mereka, seharusnya ditembakkan ke tanah sehingga dapat memantul mengenai orang.