JAKARTA - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di lahan yang mayoritas milik perorangan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat seluas 328 ribu hektare terjadi karhutla pada 2019.
Namun, sebesar 300 ribu hektare di antaranya merupakan milik perorangan. Hanya 28 ribu hekatare lahan yang terbakar merupakan milik perusahaan.
"Kalau kita lihat yang terbakar itu dari 328 ribu yang terbakar kayu-kayu ada 28 ribu, yang lainnya seluas 300 ribu tidak ada penuntupan hutannya. Artinya di situ yang terbakar banyak miliki perorangan," ujar Plt Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles Brotestes Panjaitan di Gedung BNPB, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Raffles juga menyebutkan bahwa dalam tiga hari belakangan tidak terdeteksi lagi adanya pencemaran asap lintas batas (transboundary haze). Sedangkan dari sisi penegakan hukum, ia mengatakan bahwa terdapat penambahan dua korporasi yang diidentifikasi melakukan pembakaran hutan.
"Kemarin ada lagi dua perusahaan yang terindikasi membakar di Kalbar dan Kalsel. Di antaranya, PT Rafi Kamajaya Abadi," terangnya.
Raffles mengungkapkan, terjadi penurunan hotspot dalam kondisi terakhir ini. Ia mengunkapkan hanya ada 9 titik kebakaran di Riau. "Tapi itu kecil-kecil dan sudah dalam proses penghilangan asap. Kalau api sudah tidak ada," ujarnya.
Baca Juga : Polri Bentuk Tim Pengawas Terkait Penegakan Hukum Karhutla
Sementara di Sumatra Utara, tepatnya di Sibolangit, juga ada hotspot yang belum padam. Saat ini Satgas Karhutla sedang berupaya melakukan pemadaman karena khawatir karhutla semakin meluas.
Kemudian di Jambi ada empat titik api. Jumlah itu, Raffles menegaskan, sudah banyak berkurang dibanding pada 3 hari lalu yang mencapai lebih 13 titik.
"Di Kalbar ada titik api baru, yang dibakar oleh koorporasi yang kita sebutkan tadi. Itu juga dalam penanganan," katanya.