SEPERTI komunitas China di seluruh dunia pada umumnya, masyarakat Hong Kong merayakan tahun baru China akhir pekan ini.
Melansir BBC Indonesia, namun, unjuk rasa prodemokrasi yang mengguncang kota itu selama tujuh bulan terakhir berdampak besar pada perayaan pergantian tahun kali ini.
Pemerintah setempat membatalkan pertunjukan kembang api tahunan atas pertimbangan keamanan. Pawai yang biasanya menarik perhatian turis dari seluruh dunia juga dibatalkan.
Ada rencana menggantinya dengan karnaval yang lebih kecil. Tapi acara itu juga dibatalkan karena penyebaran virus korona dari China daratan.
Sejumlah pemilik toko yang menjual barang-barang khas imlek berkata kepada BBC bahwa omzet mereka anjlok 50%. Di salah satu pasar rakyat jelang imlek di pusat Hong Kong, banyak kios berupaya menarik perhatian pembeli, walau tak banyak dari mereka yang berhasil.
Salah satu pemilik kios itu, yang bernama So, menyalahkan para demonstran penentang pemerintah China.
"Orang-orang tidak lagi keluar rumah. Mereka khawatir pengunjuk rasa membuat masalah di pasar ini," ujarnya.

Keluarga terpecah dengan pandangan yang berlawanan
Namun perubahan yang terjadi lebih dari sekedar ketiadaan kembang api dan selebrasi yang minim.
Tahun baru merupakan momen untuk berkumpul dengan keluarga. Banyak orang mudik ribuan kilometer ke kampung halaman untuk bertemu keluarga.
Namun banyak keluarga di Hong Kong terpecah akibat pandangan yang berbeda terhadap pemerintah China.
Bagi mayoritas penduduk, topik ini seperti tabu, setidaknya bagi mereka yang ingin menghindari adu argumentasi di meja makan.
Seorang perempuan bernama Cheng, berkata kepada BBC, perbedaan itu begitu serius sehingga ia memutuskan tidak merayakan imlek dengan mertuanya.
"Tahun ini keluarga-keluarga terbelah. Orang-orang dengan pandangan politik berbeda tidak lagi berbicara satu sama lain," kata Cheng.
"Namun di sisi lain, Anda menjadi sangat dekat dengan orang-orang yang secara biologis tidak terikat denganmu. Ini lebih karena persamaan pemikirian," tuturnya.