SEMARANG – Sumiyatun, perempuan renta yang lahir 68 tahun silam, terlihat suram. Warga Desa Balerejo, RT 05 RW 02, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang berprofesi sebagai petani dan mengalami buta huruf ini terancam kehilangan harta terbesarnya.
Sawah seluas 8.250 meter persegi yang berstatus sertifikat hak milik (SHM) nomor 11 beralamat di Desa Balerejo, Kecamatan Dempet, Demak, mendadak beralih tangan. Bahkan, kabar terbaru sawah tersebut akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Demak.
Baca juga: Narapidana Ini Dalangi Penipuan Sewa Apartemen dari Balik Jeruji BesiÂ
Janda empat anak ini pun berusaha mencari keadilan dengan mendatangi Biro Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) FH Unisbank Semarang. Ditemani anak sulungnya Hartoyo, Mbah Sumiyatun menceritakan kronologi penyerobotan tanahnya.
Peristiwa nahas itu bermula ketika dia didatangi tiga orang yang salah satunya adalah tetangga bernama Mustofa. Tamu tidak diundang tersebut juga menolak untuk masuk ke rumah. Sambil berdiri di depan pintu, mereka meminta Sumiyatun dan almarhum suaminya untuk cap jempol.
"Mustofa datang ke rumah untuk meminjam sertifikat tanah dengan alasan akan membantu supaya saya bisa mendapatkan bantuan pakan ternak," kata Sumiyatun sembari berusai air mata, Selasa 11 Februari 2020.
"Saya enggak tahu pasti apa maksud mereka. Sebagai orang kampung yang tidak berpendidikan ya manut saja disuruh apa. Kalau tahu bakal begini (kehilangan sawah) tentu saya menolak," lugasnya dalam bahasa Jawa.
Tanpa curiga, Sumiyatun dan almarhum suaminya melakukan cap jempol di lembar kertas kosong. Belakangan baru diketahui jika cap jempol tersebut mengakibatkan sertifikat tanahnya sudah berbalik nama atas nama Mustofa.
Baca juga: Modus Bisnis Tanah dan Berlian, Pasutri Tipu Pengusaha Kaya hingga Rp7,8 MiliarÂ
Menyadari sertifikat tanahnya telah beralih nama, Sumiyatun melakukan upaya hukum dengan melaporkan Mustofa ke Polres Demak dengan Nomor LP/424/XII/2010/Jateng/Res Demak tanggal 24 Desember 2010. Polisi pun menetapkan Mustofa masuk daftar pencarian orang (DPO).
"Sertifikat tersebut ternyata digunakan untuk mengambil utang di bank. Kemudian tidak pernah diangsur cicilannya sehingga oleh pihak bank dilakukan pelelangan dan jatuh ke orang yang bernama Dedy," sambung Ketua Biro Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) FH Unisbank Semarang Karman Sastro.