Lebih jauh Al A'raf mengatakan tidak kaget dengan pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo karena dia menilai negara adikuasa itu sudah melakukan persiapan sejak lama untuk menghadapi kemungkinan perang terbuka dengan China terkait konflik Laut Cina Selatan. Dia mencontohkan pembukaan pangkalan marinir Amerika di Darwin, Australia.
"Buat Indonesia, ini menjadi catatan bahwa seluruh kekuatan angkatan bersenjata di Indonesia seharusnya lebih difokuskan untuk bagaimana mengantisipasi kemungkinan konflik (terbuka) akibat dari (sengketa atas wilayah) Laut Cina Selatan. Kapasitas pertahanan di Indonesia harus diorientasikan ke sana," ujar Al A'raf.
Ditambahkannya, keterbatasan anggaran membuat baru separuh kapasitas Angkatan Laut dan Angkatan Udara Indonesia yang dapat melindungi wilayah Indonesia jika terjadi konflik terbuka di Laut Cina Selatan. Alhasil, Al A'raf menyimpulkan sepanjang kapasitas pertahanan Indonesia terbatas dan diplomasi Indonesia lemah, China akan selalu mengklaim wilayah perairan Natuna sebagai wilayah kedaulatan mereka.
Peran ASEAN
Dalam jumpa pers secara virtual dari kantornya akhir bulan lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan dalam isu Laut Cina Selatan ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, antara lain soal rivalitas di antara berbagai kekuatan di Laut Cina Selatan.
Retno menggarisbawahi pentingnya peran ASEAN untuk mengirim pesan kepada semua pihak agar tetap menjaga stabilitas dan perdamaian di Laut Cina Selatan. Yang harus dikedepankan, tambahnya, adalah kolaborasi dan kerja sama, bukan rivalitas.
BACA JUGA: ASEAN dan Tiongkok Sepakati Naskah Negosiasi CoC di Laut China Selatan
Konflik di Laut Cina Selatan dipicu oleh klaim atas pulau dan perairan oleh China, Brunei Darussalam, Taiwan, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Wilayah yang menjadi sengketa ini termasuk Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel.
Keenam negara pengklaim itu berkepentingan untuk menguasai hak untuk menjaga kondisi perikanan, eksplorasi dan eksploitasi terhadap cadangan minyak dan gas, serta mengontrol jalur pelayaran di Laut Cina Selatan.