WASHINGTON, DC – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeksekusi terpidana pembunuh Lisa Montgomery, satu-satunya wanita terpidana mati federal, pada Rabu (13/1/2021) pagi. Eksekusi dilakukan setelah Mahkamah Agung membersihkan rintangan terakhir untuk eksekusinya dengan membatalkan penundaan.
Eksekusi Montgomery menandai pertama kalinya seorang tahanan wanita dieksekusi di Amerika Serikat sejak 1953.
BACA JUGA: Kenakan Pakaian Hazmat dan Masker di Pengadilan, Terdakwa Ini Dituntut Hukuman Mati
Dia dinyatakan meninggal pada Rabu pukul 1:31 pagi waktu setempat, demikian kata Biro Penjara Federal dalam sebuah pernyataan.
Berbagai tantangan diperjuangkan di beberapa pengadilan federal tentang apakah akan mengizinkan eksekusi terhadap Montgomery, (52 tahun), yang pada awalnya dijadwalkan untuk dihukum mati dengan suntikan mematikan pentobarbital, barbiturat yang kuat, pada Selasa (12/1/2021) di ruang eksekusi Departemen Kehakiman di penjara di Terre Haute , Indiana.
Kelley Henry, pengacara Montgomery, menyebut eksekusi tersebut sebagai "penggunaan kekuasaan otoriter yang kejam, melanggar hukum, dan tidak perlu".
“Tidak ada yang bisa secara kredibel membantah penyakit mental yang telah lama berdampak pada Ny. Montgomery, didiagnosis dan dirawat untuk pertama kalinya oleh dokter Biro Penjara sendiri," kata Henry dalam sebuah pernyataan.
Montgomery dihukum pada 2007 di Missouri karena menculik dan mencekik Bobbie Jo Stinnett, yang saat itu sedang hamil delapan bulan. Montgomery memotong janin Stinnett dari rahim. Anak itu selamat.
Beberapa kerabat Stinnett pergi untuk menyaksikan eksekusi Montgomery, kata Departemen Kehakiman.
BACA JUGA: AS Gelar Eksekusi Mati Narapidana Federal Pertama dalam 17 Tahun
Menurut seorang reporter yang menjabat sebagai saksi media, saat proses eksekusi dimulai, ditanya oleh algojo wanita apakah dia punya kata-kata terakhir, Montgomery menjawab dengan suara yang pelan dan teredam, "Tidak".
Eksekusi federal telah ditunda selama 17 tahun dan hanya tiga orang yang dieksekusi oleh pemerintah federal sejak 1963 sampai praktik itu dilanjutkan tahun lalu di bawah Presiden Donald Trump, yang sudah lama mendukung hukuman mati, bahkan sebelum dia terjun ke dunia politik.