NEW DELHI - Pihak berwenang India mendakwa seorang biksu Hindu karena menghasut kekerasan berdasarkan agama setelah menyerukan “genosida” terhadap umat Muslim India pada sebuah pertemuan para pendukung sayap kanan, kata polisi pada Minggu (16/1/2022).
BACA JUGA: Ajaib, Kakek Lumpuh dan Tak Bisa Bicara Kembali Berjalan Setelah Divaksin Covid-19
Pejabat senior kepolisian India, Swatantra Kumar, mengatakan bahwa Yati Narsinghanand Giri, seorang pendukung vokal gerakan nasionalis sayap kanan yang juga mengepalai sebuah biara Hindu, awalnya ditangkap pada Sabtu (15/1/2022) atas tuduhan membuat pernyataan yang menghina perempuan. Keesokan harinya ia menghadiri persidangan di kota Haridwar, di mana ia dikirim ke penjara selama 14 hari karena ujaran kebencian terhadap Muslim dan menyerukan kekerasan terhadap mereka.
Kumar mengatakan, biksu Giri, yang ia gambarkan sebagai “pelanggar hukum berulang,” secara resmi didakwa pada Senin karena mempromosikan “permusuhan antar kelompok yang berbeda atas dasar agama,” dengan ancaman lima tahun penjara.
Desember lalu, Giri dan pemimpin keagamaan lainnya meminta umat Hindu mempersenjatai diri untuk “sebuah genosida” terhadap umat Muslim pada sebuah pertemuan di Haridwar, kota suci di negara bagian Uttarakhand, menurut pengaduan polisi. Ia adalah orang kedua yang ditangkap dalam kasus tersebut setelah Mahkamah Agung India turun tangan pekan lalu.
BACA JUGA: Kekerasan Anti-Muslim Memuncak di Negara Bagian India, Masjid dan Toko Diserang
Uttarakhand dikuasai oleh partai Hindu nasionalis yang menaungi Perdana Menteri Narendra Modi, Bharatiya Janata. Berkuasanya partai itu sejak 2014, ditambah kemenangan telaknya pada pemilu 2019, telah menyebabkan lonjakan serangan terhadap Muslim dan minoritas lainnya.
Hampir 14% warga India yang berjumlah 1,4 miliar orang adalah Muslim. Populasi India sendiri sebagian besar beragama Hindu yang sejak lama memproklamirkan diri berkarakter multikultural.
Konferensi selama tiga hari yang diorganisir oleh biksu Giri sendiri mengusung judul “Dharam Sansad” atau “Parlemen Agama”, menyusul meningkatnya ujaran kebencian anti-Muslim selama beberapa tahun. Pertemuan tertutup itu diwarnai berbagai seruan kekerasan yang sangat eksplisit.