Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sejarah Hari Ini: Ayatollah Khomeini Pulang ke Iran Setelah 15 Tahun Pengasingan

Rahman Asmardika , Jurnalis-Selasa, 01 Februari 2022 |01:01 WIB
Sejarah Hari Ini: Ayatollah Khomeini Pulang ke Iran Setelah 15 Tahun Pengasingan
Foto Pemimpin Revolusi Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini di luar masjid Jamaran di Teheran, 3 Juni 2005. (Foto: Reuters)
A
A
A

JAKARTA - Pada 1 Februari 1979, Ayatollah Ruhollah Khomeini kembali ke Iran dengan penuh kemenangan setelah 15 tahun diasingkan oleh Pemerintahan Shah. Kepulangan Khomeini terjadi dua pekan setelah Shah dan keluarganya meninggalkan negara itu dan Revolusi Islam yang mendorong pemerintahan fundamentalis di bawah kepemimpinan Khomeini bergulir di Iran.

Lahir pada September 1902 Ruhollah Khomeini adalah putra seorang ulama Islam dan di masa mudanya menghafal Al Quran. Dia adalah seorang ulama Syiah, cabang Islam yang dipraktikkan oleh mayoritas orang Iran, dan mengikuti studi formal di Kota Qom.

Sebagai seorang ulama yang taat, dia semakin dikenal dan naik dalam hierarki Syiah, menarik banyak murid.

Pada 1941, pasukan Inggris dan Soviet menduduki Iran dan mengangkat Mohammad Reza Pahlavi sebagai shah modern kedua Iran. Shah baru ini memiliki hubungan dekat dengan Barat, dan pada 1953 agen intelijen Inggris dan Amerika Serikat (AS) membantunya menggulingkan saingan politiknya yang populer.

Mohammad Reza menganut banyak ide Barat dan pada 1963 meluncurkan "Revolusi Putih," program pemerintah yang luas yang menyerukan pengurangan properti agama dengan alasan distribusi ulang tanah, persamaan hak bagi perempuan, dan reformasi modern lainnya.

Khomeini, yang pada saat itu dikenal dengan gelar ulama tinggi Syiah atau “ayatollah,” adalah pemimpin agama pertama yang secara terbuka mengutuk program westernisasi oleh Shah.

Dalam sebuah pidato yang berapi-api dari Seminari Faziye di Qom, Khomeini menyerukan penggulingan Shah dan pendirian negara Islam. Pada 1963, Mohammad Reza memenjarakannya, yang menyebabkan kerusuhan, dan pada tanggal 4 November 1964, mengusirnya dari Iran.

Khomeini menetap di An Najaf, sebuah kota suci Syiah di seberang perbatasan di Irak, dan mengirimkan rekaman khotbahnya ke Tanah Air, yang terus mendorong pengikut dan muridnya menentang pemerintahan Shah.

Keluar dari preseden dengan tradisi Syiah yang mengecilkan partisipasi ulama dalam pemerintahan, ia menyerukan para pemimpin Syiah untuk memerintah Iran.

Pada 1970-an, Mohammad Reza semakin membuat marah kaum fundamentalis Islam di Iran dengan mengadakan perayaan yang luar biasa dari 2.500 tahun monarki Persia pra-Islam dan mengganti kalender Islam dengan kalender Persia. Dengan semakin besarnya ketidakpuasan, pemerintahan Shah menjadi lebih represif, dan dukungan untuk Khomeini tumbuh.

Pada 1978, demonstrasi anti-Shah besar-besaran pecah di kota-kota besar Iran. Anggota kelas bawah dan menengah yang tidak puas bergabung dengan mahasiswa radikal, dan Khomeini menyerukan agar Shah segera digulingkan. Pada Desember, tentara memberontak, dan pada 16 Januari 1979, Shah Mohammad Reza Pahlavi melarikan diri dari Iran.

Khomeini tiba di Teheran dengan kemenangan pada 1 Februari 1979, dan diakui sebagai pemimpin Revolusi Iran. Dengan semangat keagamaan yang tinggi, ia mengonsolidasikan otoritasnya dan berangkat untuk mengubah Iran menjadi negara Islam.

Pada 4 November 1979, peringatan 15 tahun pengasingannya, mahasiswa menyerbu kedutaan AS di Teheran dan menyandera staf. Dengan persetujuan Khomeini, kaum radikal menuntut kembalinya Syah ke Iran dan menyandera 52 orang Amerika selama 444 hari.

Shah Mohammad Reza Pahlavi sendiri meninggal di Mesir karena kanker pada Juli 1980.

Pada Desember 1979, sebuah konstitusi baru Iran disetujui, yang menyebut Khomeini sebagai pemimpin politik dan agama Iran seumur hidup. Dia memerintah dengan hukum Islam tradisional, yang melarang sebagian besar budaya Barat di Iran.

Dia memimpin Iran selama invasi Irak pada 1980, memukul pasukan pimpinan Saddam Hussein itu pada 1982, dan mengobarkan kembali konflik hingga kedua belah pihak akhirnya menyepakati gencatan senjata pada 1988, dengan ditengahi PBB.

Setelah Ayatollah Khomeini meninggal pada 3 Juni 1989, lebih dari dua juta pelayat menghadiri pemakamannya. Posisi Pemimpin Tertinggi Iran dipegang oleh Ali Khamenei, yang menyaksikan demokratisasi bertahap di Iran mulai awal 1990-an, yang berpuncak pada pemilihan umum bebas pada 1997 di mana reformis moderat Mohammed Khatami terpilih sebagai presiden.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement