Share

Desa di India Ini Memutuskan Offline Setiap Hari agar Semua Orang Berbicara Satu Sama Lain

Susi Susanti, Okezone · Selasa 11 Oktober 2022 17:39 WIB
https: img.okezone.com content 2022 10 11 18 2685057 desa-di-india-ini-memutuskan-offline-setiap-hari-agar-semua-orang-berbicara-satu-sama-lain-ISN0abxxCD.jpg Sebuah desa di India memutuskan 'offline' untuk menghindari kecanduan gadget (Foto: BBC)

INDIA - Sebuah desa di negara bagian Maharashtra, India telah menyatakan "kemerdekaan" dari dua kecanduan modern. Yakni televisi dan telepon selular (ponsel). Setidaknya, selama beberapa jam setiap hari.

Sebuah sirene berbunyi pada jam 19.00 waktu setempat setiap malam di Desa Vadgaon di distrik Sangli. Ini menjadi pertanda kepada semua penduduk untuk mematikan TV dan ponsel mereka.

Kedua instrumen "kecanduan" itu bisa dinyalakan saat dewan desa kembali membunyikan sirene pada pukul 20.30 waktu setempat.

Baca juga: Kenali 2 Faktor Utama yang Bisa Buat Anak Kecanduan Gadget

"Kami memutuskan pada pertemuan desa pada 14 Agustus - menjelang Hari Kemerdekaan India - bahwa kami perlu menghentikan kecanduan ini," terang Vijay Mohite, Presiden dewan desa, kepada BBC Hindi.

Baca juga: Begini Bahaya Salah Penanganan Anak Kecanduan Gadget, Kak Seto: Bisa Dirawat di RS Jiwa   

"Mulai hari berikutnya, semua pesawat televisi dan ponsel dimatikan ketika sirene berbunyi,” lanjutnya.

Vadgaon memiliki populasi sekitar 3.000 orang, sebagian besar terdiri dari petani dan pekerja pabrik gula.

Vijay mengatakan anak-anak menjadi tergantung pada TV dan ponsel untuk kelas online selama pandemi Covid-19. Ketika lembaga pendidikan dibuka kembali tahun ini, anak-anak kembali ke kelas reguler di sekolah dan perguruan tinggi.

"Tetapi mereka kembali [dari kelas] untuk bermain di ponsel mereka atau duduk dan menonton televisi," katanya, seraya menambahkan bahwa banyak orang dewasa juga menghabiskan terlalu banyak waktu di perangkat mereka dan tidak berbicara satu sama lain.

Follow Berita Okezone di Google News

Sementara itu, seorang warga bernama Vandana Mohite mengatakan bahwa dia merasa sulit untuk mengawasi kedua anaknya "karena mereka akan fokus sepenuhnya pada bermain telepon atau menonton TV".

"Sejak norma baru ini dimulai, jauh lebih mudah bagi suami saya untuk pulang kerja dan membantu mereka belajar dan saya dapat dengan tenang melakukan pekerjaan saya di dapur," ujarnya.

Tetapi tidak mudah bagi dewan desa untuk membuat semua orang setuju dengan ide detoks digital.

Mohite mengatakan awalnya, ketika dewan membahas masalah ini dan sebuah proposal dibawa ke penduduk desa, orang-orang mencemooh gagasan itu.

Dewan kemudian mengumpulkan para wanita desa, yang cukup terbuka untuk mengakui bahwa mereka dapat tertarik untuk menonton banyak serial TV dan setuju bahwa seluruh desa harus mematikan televisi dan ponsel selama beberapa jam.

Rapat dewan lainnya diadakan dan diputuskan bahwa sirene akan dipasang di atas kuil desa.

Keputusan itu tidak mudah untuk dilaksanakan. Saat sirene berbunyi, staf dewan dan kelompok penduduk desa harus berkeliling, mendesak orang-orang untuk mematikan TV dan ponsel mereka.

"[Sekarang], keputusan itu akhirnya diterapkan sepenuhnya di seluruh desa," tukasnya.

Lalu, apakah mematikan TV dan telepon secara singkat membantu? Dr Manoj Kumar Sharma, profesor psikologi klinis di National Institute of Mental Health and Neurosciences (Nimhans), mengatakan hal itu bisa terjadi.

"Covid telah meningkatkan preferensi untuk aktivitas online atau waktu yang dihabiskan untuk aktivitas online," katanya.

Sebuah studi yang dilakukan Dr Sharma dan rekan-rekannya di antara 682 orang dewasa, yakni 495 perempuan dan 187 laki-laki antara Juli dan Desember 2020, menunjukkan bahwa "penggunaan internet bermasalah" adalah fenomena yang muncul dengan cepat di kalangan remaja dan dewasa muda. Ini adalah salah satu tantangan paling kritis yang muncul dari peningkatan penggunaan internet.

"Risiko penggunaan yang bermasalah meningkat dengan penggunaan internet yang tidak produktif secara berlebihan, yang dapat menyebabkan tekanan psikologis. Ini berpotensi merusak banyak aspek kehidupan remaja," demikian temuan studi tersebut.

Remaja yang cenderung mengalami stres psikologis atau mereka yang mengalami stres cenderung menggunakan internet dalam berbagai bentuknya untuk melarikan diri sementara dari keadaan emosional yang tidak menyenangkan, tambahnya. Hal ini dapat menyebabkan mereka melewatkan interaksi sosial tatap muka, kumpul-kumpul sosial, interaksi keluarga, dan acara ekstrakurikuler untuk secara bertahap menjadi terisolasi.

Dr Sharma mengatakan puasa digital sadar sebagai sebuah keluarga untuk terlibat dalam kegiatan berbasis kualitas adalah landasan untuk mengurangi ketergantungan pada aktivitas online.

"Anda perlu berbicara dengan anak-anak dan memastikan mereka melakukan aktivitas fisik atau offline serta tidur dan asupan makanan yang cukup," katanya.

Dilip Mohite, seorang petani tebu yang memiliki tiga putra yang masih bersekolah, mengatakan dia dapat melihat perbedaan dari keputusan yang dibuat.

"Anak-anak hanya tidak berkonsentrasi pada studi mereka sebelumnya," katanya.

"Sekarang, ada percakapan normal [di rumah, bahkan] di antara orang dewasa,” tambahnya.

1
4
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini