Share

Kisah Pulau Kecil di Hong Kong yang Tawarkan Hidup Bebas Stres, Rasakan Udara Segar dan Kebebasan

Fatmawati, Okezone · Kamis 20 Oktober 2022 15:37 WIB
https: img.okezone.com content 2022 10 20 18 2691129 kisah-pulau-kecil-di-hong-kong-yang-tawarkan-hidup-bebas-stres-rasakan-udara-segar-dan-kebebasan-CJLDa9CiVj.jpg Pulau kecil di Hong Kong yang tawarkan kehidupan bebas stres (Foto: Reuters)

HONG KONG – Selain menjadi pusat ekonomi dan kota belanja atau 'shopping' barang-barang mewah, Hong Kong juga menawarkan pemandangan alam yang menakjubkan. Salah satunya adalah Pulau Peng Chau.

Zero Chan menceritakan pengalaman menakjubkannya ketika ia untuk kesekian kali kembali melakukan perjalanan menuju Pulau Peng Chau. Dia menggambarkan perjalanan awal saat dirinya naik feri dari kawasan pusat bisnis Hong Kong, sebagai ritual 'pembersihan'.

“Saya bisa tertidur, membaca, atau melakukan pekerjaan saya sendiri di feri. Saya sudah merasa terisi kembali,” ungkap seorang mantan produser film itu kepada Reuters.

Baca juga: Hong Kong Sita Narkoba Sabu-Sabu 76 Kg dari Meksiko ke Australia, Bernilai Sekitar Rp92 Miliar

Pemandangan alam yang dimiliki Pulau Peng Chau di Hong Kong seperti memberikan jalan tengah bagi beberapa orang seperti Chan, yang berusaha lari meninggalkan tekanan hidup yang dipicu oleh berbagai peristiwa keras. Seperti protes pro-demokrasi pada 2019, tindakan keras keamanan nasional, hingga pembatasan ketat selama pandemi Covid-19.

 Baca juga: Wow! Hong Kong Obral 500 Ribu Tiket Pesawat Gratis demi Gaet Pelancong, Tertarik?

Puncak perubahan yang terjadi pasca pandemi itu-lah yang kemudian membentuk kembali kehidupan di pusat keuangan global, Hong Kong, hingga akhirnya mendorong ratusan ribu orang bermigrasi ke Inggris, Kanada, dan Taiwan. Namun Chan tetap bertahan.

“Ketika banyak yang mengatakan Hong Kong tidak lagi sama seperti sebelumnya, semakin saya merasa perlu untuk tinggal, untuk melihat apa yang bisa saya lakukan” terangnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Tahun 2020 menjadi tahun pertama Chan mengunjungi pulau Peng Chau. Kemudian ia menjalankan studio yoga dan meditasi di rumahnya di pulau itu. Peserta yoga terdiri dari ibu rumah tangga, pekerja kantoran, dan pensiunan.

Rutinitas pagi yang biasa dilakukan Chan yaitu sarapan dan minum teh di sebuah meja menghadap laut, sambil memikirkan apa yang akan dilakukannya di hari itu.

“Orang-orang membutuhkan ruang, tetapi ada begitu banyak kebisingan di kota,” tambah pria pemuja Buddhisme dan Zen berusia 36 tahun itu. “Aku sangat senang sekarang,” lanjutnya.

Seiring dengan berkembangnya tren komunitas alternatif, beberapa ahli menyebutkan bahwa peristiwa tersebut erat kaitannya dengan serangkaian aksi protes yang terjadi pada 2014 dan 2019 yang mengkritisi pengetatan cengkraman China sebagai wilayah bekas jajahan Inggris.

“Acara sosial ini adalah katalis penting,” kata Ng Mee-Kam, seorang profesor studi perkotaan di Chinese University of Hong Kong.

“Dalam menghadapi semua perubahan ini, semua ketegangan dan semua konflik ini, saya pikir tidak dapat dihindari bahwa orang-orang dari semua generasi harus merenungkan apa yang sedang terjadi, dan apa arti hidup,” lanjutnya.

Sebagai seorang akademis, Ng turut menyayangkan dibalik berkembang tren dalam mencari gaya hidup yang lebih tenang di pulau-pulau serta desa-desa, ruang seperti itu justru terancam oleh proyek-proyek pembangunan baru yang besar.

“Batas bagi generasi muda untuk memiliki ruang untuk mengeksplorasi gaya hidup alternatif ini semakin berkurang, jadi saya pikir kita sebagai masyarakat harus sangat berhati-hati,” tambahnya.

Di sisi lain, pendatang baru yang tertarik dengan gaya hidup nyaman dan harga sewa rendah di salah satu pasar properti paling mahal di dunia itu bisa dengan mudah memasukkan Peng Chau ke dalam opsi pilihan aternatif.

Jika dilihat, banyak rumah tua di kawasan tersebut yang sudah direnovasi. Beberapa tempat yang sebelumnya terabaikan seperti pabrik kulit Fook Yuen telah disulap menjadi ruang seni “taman rahasia” menampilkan grafiti dan karya instalasi. Tak hanya itu, Peng Chau juga memiliki kafe, butik, dan toko buku independen yang berdiri kokoh di samping kuil tradisional.

Salah satu pendatang adalah Jesse Yu. Ia memutuskan pindah ke pulau itu untuk mengejar impiannya menjadi seorang tukang kayu dan mendirikan bengkel di belakang apartemennya.

“Guru kayu saya baru-baru ini datang mengunjungi saya,” terangnya.

“Mimpi saya hanya berjarak satu dinding dari saya,” ujarnya. Terkadang, Yu akan pergi bermain kayak bersama Chan.

“Saya senang melakukan pekerjaan kayu karena kebebasannya,” terangnya.

Kenyamanan juga dirasakan Taki Chan, seorang dosen perguruan tinggi yang pindah ke pulau itu tahun ini.

“Setelah pindah ke Peng Chau, saya sadar saya tidak perlu beremigrasi lagi,” ungkapnya.

Chan menghargai rasa kebersamaan yang erat di pulau itu. Ia bahkan dengan cepat berteman dengan sekelompok perempuan yang ditemuinya saat berjalan-jalan. “Ada banyak orang-orangnya, lingkungan yang alami dan tenang,” ujarnya.

1
4
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini