Misalnya, Tokyo memiliki tingkat kesuburan terendah dari 47 prefektur di Jepang.
Pola migrasi saat ini menghasilkan kampung halaman yang sepi dengan sedikit anak. Di desa tepi sungai Nagoro di Jepang selatan, terdapat kurang dari 30 penduduk pada 2019, dengan penduduk termuda berusia di atas 50 tahun. Satu-satunya sekolah di desa tersebut ditutup beberapa tahun lalu setelah siswa terakhirnya lulus.
Untuk mengatasi masalah ini, pihak berwenang meluncurkan inisiatif pada 2019 untuk menarik orang ke wilayah regional.
Di bawah rencana ini, individu yang telah tinggal dan bekerja di wilayah metropolitan Tokyo setidaknya selama lima tahun dapat menerima 600.000 yen (Rp71 juta) jika mereka pindah ke daerah pedesaan. Insentif itu lebih tinggi untuk pasangan, yaitu 1 juta yen (Rp118 juta).
Pada tahun lalu, pemerintah mengizinkan orang tua tunggal atau pasangan dengan anak untuk menerima 300.000 yen per anak jika mereka pindah.
Ada beberapa bukti bahwa program tersebut mendapatkan daya tarik, meskipun jumlahnya masih rendah. Pada tahun pertama peluncurannya, hanya 71 rumah tangga yang berpartisipasi, dibandingkan dengan 1.184 rumah tangga pada tahun 2021.
Pemerintah Jepang juga telah melakukan upaya lain untuk mengatasi penurunan populasi, termasuk memperkenalkan kebijakan dalam beberapa dekade terakhir untuk meningkatkan layanan penitipan anak dan meningkatkan fasilitas perumahan bagi keluarga yang memiliki anak. Beberapa kota pedesaan bahkan mulai membayar pasangan yang tinggal di sana untuk memiliki anak.
(Susi Susanti)