“Sekitar 10 tahun yang lalu, sebelum penerbangan komersial pertama mereka, seluruh pasar benar-benar didominasi oleh pemerintah,” lanjutnya.
Sekitar setengah dari satelit yang sekarang berada di orbit diluncurkan dalam tiga tahun terakhir, menurut perusahaan analisis BryceTech.
Hal ini terutama berkat dua perusahaan, One Web dan Starlink milik Elon Musk.
“Perekonomian antariksa jauh lebih luas dari sekedar roket dan perangkat keras satelit. Ini adalah tulang punggung tak kasat mata yang menggerakkan perekonomian global kita,” jelas Anderson.
Dengan bertambahnya jumlah satelit di orbit, katanya, semakin banyak perusahaan yang menemukan kegunaan baru atas data yang mereka sediakan, termasuk di industri pertanian, asuransi, dan maritim.
RocketLab yang berbasis di Selandia Baru adalah pemain besar lainnya dalam perekonomian luar angkasa.
Sebagai saingan SpaceX, perusahaan ini telah menyelesaikan 40 peluncuran untuk pelanggan termasuk NASA dan lembaga pemerintah AS lainnya.
Pendirinya, Peter Beck, beralih dari insinyur pencuci piring hingga meluncurkan roket ke luar angkasa, dan mengatakan bahwa hal tersebut hanyalah puncak gunung es jika menyangkut peluang finansial yang ada di luar bumi.
"Peluncuran ini mempunyai peluang sebesar USD10 miliar. Lalu ada infrastruktur, seperti membangun satelit, peluangnya bernilai USD30 miliar. Lalu ada aplikasi dan peluangnya bernilai USD830 miliar,” ujarnya.
Dia tidak sendirian dalam membuat klaim besar. Bank investasi AS Morgan Stanley memperkirakan industri luar angkasa global dapat tumbuh bernilai lebih dari $USD1 triliun per tahun pada 2040.
Lalu apa yang mungkin terjadi selanjutnya bagi perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di bidang luar angkasa?
Beck berhati-hati terhadap peluang di bulan, khususnya pertambangan.
“Saat ini, tidak layak secara ekonomi untuk pergi ke bulan, menambang, dan membawanya kembali ke Bumi,” ungkapnya.
(Susi Susanti)