JAKARTA - Apakah benar Wisma Nusantara gedung pencakar langit pertama di Jakarta dan Asia Tenggara? Pasalnya Wisma Nusantara ini dibangun pada tahun 1970 yang dijalankan PT Wiratman.
Lantas apakah benar Wisma Nusantara gedung pencakar langit pertama di Jakarta dan Asia Tenggara? Jawabannya benar.
Lantaran, gedung tersebut pernah menjadi tertinggi pertama di Indonesia sekaligus mencatatkan dirinya sebagai gedung pencakar langit pertama di Asia Tenggara, kala itu. Perkantoran yang memiliki ketinggian mencapai 100 meter itu tak lepas dari peran Almarhum Wiratman Wangsadinata.
Proses konstruksi bangunan sempat terhenti pada tahun 1965. Selain masalah politik, pembiayaan juga menjadi kendala utamanya. Namun hal ini tidak berlangsung lama.
Selain itu , konstruksi dilanjutkan kembali pada tahun 1967. Lalu, PT Wisma Nusantara Internasional yang merupakan usaha patungan antara Pemerintah Indonesia dengan Mitsui & Co. Ltd dari Jepang, mengendalikan pembangunan. Proses konstruksi lanjutan tersebut membutuhkan biaya mencapai USD19,8 juta atau Rp4,88 miliar
Untuk menyelesaikan proyek yang terbengkalai ini, PT Wisma Nusantara Internasional mendapat pinjaman dari pemerintah sebesar nilai dari proyek lama berikut tanah dan bangunan seluas 21.850 meter persegi. Sedangkan selebihnya berasal dari Mitsui & Co Ltd dalam bentuk material cost serta constructional cost. Konstruksi bangunan membutuhkan 24 buah kapal untuk mengangkut 6.000 ton material yang mayoritas didatangkan dari Jepang.
Struktur bangunan mencapai 117 meter. Pada lantai ke-20 dan 30, terdapat ruang observasi, di mana pengunjung bisa melihat setiap sudut Jakarta.
Sedangkan pada lantai ke-28 terdapat restoran dengan nama Sky Restaurant, lalu sisanya disewakan sebagai ruang perkantoran dengan luas 20.486 meter persegi. Selain gedung utama, proyek ini juga mencakup pembangunan hotel dengan 360 kamar.
Bangunan yang terletak di sebelah Wisma Nusantara ini diberi nama President Hotel. Setelah mengalami penundaan, pembangunan gedung dilanjutkan dan diresmikan pada 2 Desember tahun 1972 oleh Presiden kedua RI Soeharto.
(RIN)
(Rani Hardjanti)