GAZA – Rajaa Musleh, 50 tahun, telah berlindung di rumah sakit (RS) Al-Shifa, fasilitas medis terbesar di Gaza, yang tidak hanya dibanjiri oleh pasien, tetapi juga para pengungsi yang sangat berharap bahwa rumah sakit tersebut dapat memberikan perlindungan dari serangan udara brutal Israel.
Perwakilan Gaza untuk lembaga swadaya manusia (LSM) layanan kesehatan yang berbasis di Amerika Serikat (AS), MedGlobal, telah menerbangkan dirinya meninggalkan rumahnya di pantai utara jalur tersebut ke Al-Shifa setelah militer Israel menyatakan perang melawan Hamas sebagai tanggapan atas serangan teror mereka yang mematikan pada 7 Oktober lalu dan meminta warga sipil untuk mengevakuasi daerah tersebut sebagai persiapan operasi darat.
Kantor kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) OCHA pada Senin (30/10/2023) mengatakan lebih dari 1,4 juta orang menjadi pengungsi internal di Gaza.
Banyak warga sipil terpaksa mengungsi ke kamp pengungsi atau rumah sakit yang melebihi kapasitas, seringkali hidup dalam kondisi hidup yang tidak sehat.
Kompleks rumah sakit Al-Shifa, katanya, dipenuhi orang, banyak dari mereka adalah perempuan dan anak perempuan yang tidur di lantai rumah sakit dan di luar, tanpa akses terhadap layanan kesehatan fisik atau mental, air atau privasi.
“Perempuan tersebar di mana-mana, di seluruh rumah sakit,” kata Musleh, perempuan berusia 50 tahun yang mengungsi di Al-Shifa.
“Saya pribadi, tidak bisa pergi ke kamar mandi lebih dari dua kali sehari di tengah keramaian,” lanjutnya.
“Beberapa orang beruntung jika mereka mendapat kesempatan untuk menggunakan kamar mandi dengan sekitar 40, 50 atau 60 orang yang perlu menggunakannya,” ujarnya.