Para hakim memerintahkan Rusia untuk menyelidiki tuduhan yang masuk akal mengenai pendanaan terorisme di Ukraina berdasarkan perjanjian tersebut.
ICJ juga mengatakan pembatasan kelas bahasa Ukraina di Krimea, yang dianeksasi secara ilegal oleh Rusia pada Maret 2014, merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Internasional Penghapusan Diskriminasi Rasial tahun 1969.
Namun pengadilan menolak pengaduan lain yang diajukan oleh Ukraina. Hal ini termasuk upaya Moskow untuk menghapus budaya etnis minoritas Tatar di Krimea, termasuk dengan melarang Mejlis, sebuah badan yang mewakili Tatar Krimea.
Putusan tersebut menyatakan Ukraina tidak membuktikan bahwa pelarangan Mejlis merupakan contoh diskriminasi rasial.
Namun, ICJ telah memerintahkan Rusia untuk mencabut larangan terhadap badan tersebut pada 2017, sebuah keputusan yang diabaikan oleh Moskow. Pengadilan kembali menyatakan Rusia melanggar perintah ini. Pernyataan tersebut juga mengatakan bahwa Rusia telah melanggar keputusan sebelumnya untuk menghindari memperburuk hubungan dengan Ukraina dengan melancarkan perang besar-besaran terhadap tetangganya.
Salah satu pemimpin tim hukum Ukraina, Anton Korynevych, menyebut keputusan pada Rabu (31/1/2024) itu “penting” karena ditemukan bahwa Rusia telah melanggar hukum internasional, khususnya kedua konvensi tempat kami mengajukan permohonan.
Sebagian besar kursi di pihak Rusia kosong. Hanya seorang diplomat dan anggota tim hukum Rusia yang muncul tepat sebelum keputusan tersebut diumumkan.
Sebaliknya, pihak Ukraina sudah penuh. Minggu ini, pengadilan akan mengeluarkan keputusan lain mengenai kasus yang diajukan oleh Ukraina, yang menuduh Rusia salah dalam menggunakan Konvensi Genosida 1948 untuk membenarkan invasi besar-besaran pada 2022.
Putusan ICJ mengikat secara hukum tetapi tidak dapat dilaksanakan oleh pengadilan itu sendiri.
(Susi Susanti)